IKHTISAR EAST ASIA PACIFIC INDONESIA World Bank Group China Country Climate and Development Report i 2023 © 2023 Grup Bank Dunia 1818 H Street NW, Washington, DC 20433 Telepon: 202-473-1000; Internet: www.worldbank.org Laporan ini merupakan produk staf Grup Bank Dunia dengan kontribusi eksternal. “Grup Bank Dunia” mengacu pada organisasi yang terpisah secara hukum dari Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development, IBRD), Asosiasi Pembangunan Internasional (International Development Association, IDA), Korporasi Keuangan Internasional (Inter- national Finance Corporation, IFC), dan Badan Penjamin Investasi Multilateral (Multilateral Investment Guarantee Agency, MIGA). Grup Bank Dunia tidak menjamin keakuratan, keandalan, atau kelengkapan isi yang tercakup dalam karya ini, atau kesimpulan atau penilaian yang diuraikan di sini, dan tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kesalahan apa pun (termasuk, tanpa batasan, kesalahan ketik dan kesalahan teknis) dalam isinya, apa pun itu, atau untuk kebergantungan pada isinya. Batas-batas, warna, denominasi, dan informasi lain yang ditunjukkan pada peta yang mana pun dalam karya ini tidak menyiratkan penilaian apa pun dari pihak Grup Bank Dunia mengenai status hukum suatu wilayah atau dukungan atau penerimaan atas batas-batas tersebut. Temuan, penafsiran, dan kesimpulan yang diungkapkan di dalam buku ini tidak serta merta mencerminkan pandangan organisasi Grup Bank Dunia, masing-masing Dewan Direktur Eksekutif, dan pemerintah yang mereka wakili. Isi dari laporan ini dimaksudkan untuk tujuan informasi umum saja dan tidak dimaksudkan sebagai saran hukum, sekuritas, atau investasi, pendapat mengenai kelayakan investasi apa pun, atau ajakan dalam bentuk apa pun. Beberapa organisasi Grup Bank Dunia atau afiliasinya mungkin memiliki investasi di, memberikan nasihat atau layanan lain kepada, atau memiliki kepentingan keuangan di, perusahaan dan pihak tertentu yang disebutkan di sini. Tidak ada satu hal pun di sini yang merupakan hal yang, atau ditafsirkan sebagai, atau dianggap sebagai pembatasan atau pengabaian hak istimewa dan kekebalan dari salah satu organisasi Grup Bank Dunia, yang semuanya secara khusus dilindungi oleh undang-undang Hak Cipta dan Izin Materi dalam karya ini tunduk pada peraturan mengenai hak cipta. Karena Grup Bank Dunia mendorong penyebaran pengetahuan yang ada di dalamnya, karya ini dapat direproduksi, seluruhnya atau sebagian, untuk tujuan nonkomersial selama pengakuan secara penuh terhadap karya ini diberikan dan semua izin lebih lanjut yang mungkin diperlukan untuk penggunaan tersebut (sebagaimana dicatat di sini) diperoleh. Grup Bank Dunia tidak menjamin bahwa isi yang terkandung di dalam karya ini tidak akan melanggar hak-hak pihak ketiga, dan tidak bertanggung jawab atas hal tersebut. Semua pertanyaan mengenai hak cipta dan lisensi harus ditujukan ke World Bank Publications, The World Bank Group, 1818 H Street NW, Washington, DC 20433, USA; e-mail: pubrights@worldbank.org. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR I ASIA TIMUR DAN PASIFIK INDONESIA LAPORAN I KH T I SA R IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA 2023 LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR II DAFTAR ISI 1 3 7 Aksi Iklim sebagai Transisi Melaksanakan Katalis untuk Pembangunan yang Komitmen mengenai Pembangunan Dipicu oleh Emisi Aksi Iklim Karbon 7 20 12 1 Landasan Kebijakan Aksi Iklim Dapat Daftar Kegiatan Iklim Ekonomi untuk Masa Mendukung dan Pembangunan Depan Rendah Karbon Pertumbuhan dan Tangguh Iklim Lebih Cepat LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR III GAMBAR Gambar 1 Emisi Per Kapita Tetap Berada di Bawah Emisi Negara-Negara Maju Utama dan Sejalan dengan Negara-Negara Berkembang Lainnya.............................................................................................................................................................................3 Gambar 2 Dengan Tanda-Tanda Melambat dalam Beberapa Tahun Terakhir................................................................................................3 Gambar 3 Pertumbuhan yang Didorong oleh Pasokan dan Permintaan yang Tinggi akan Sumber Daya Intensif Karbon....................6 Gambar 4 Emisi Per Kapita Ekonomi-ekonomi Utama sesuai Target yang Dinyatakan ...............................................................................8 Gambar 5 Emisi Absolut Negara Maju di Bawah Target.....................................................................................................................................8 Gambar 6 Dukungan untuk Bahan Bakar Fosil Tinggi namun Menurun...................................................................................................... 14 Gambar 7 Dukungan Bahan Bakar Fosil untuk Konsumsi.............................................................................................................................. 14 Gambar 8 Gambaran Skenario dalam Model................................................................................................................................................... 17 Gambar 9 Kebijakan untuk Mengurangi Emisi Berbasis Lahan Memiliki Manfaat Tambahan (Co-benefits) yang Signifikan............. 19 Gambar 10 Penghapusan Bertahap Batu Bara yang Lebih Cepat Mendorong Penurunan Emisi............................................................... 19 Gambar 11 Dampak Pertumbuhan Positif Dari Dekarbonisasi........................................................................................................................ 21 Gambar 12 Dampak terhadap Pengeluaran Rumah Tangga............................................................................................................................ 21 Gambar 13 Penanaman Modal Asing dapat Mengurangi Pertukaran dalam Skenario yang Lebih Ambisius.......................................... 21 Gambar 14 Dampak terhadap Kemiskinan......................................................................................................................................................... 21 Gambar 15 Unsur Pokok dalam Transisi.............................................................................................................................................................. 22 Gambar 16 Kerangka Kebijakan Iklim dan Pembangunan............................................................................................................................... 25 SINGKATAN ADS Accelerated Decarbonization Scenario (Skenario Percepatan Dekarbonisasi) BAU Business-as-usual (Segala sesuatu dilakukan seperti biasanya) CCDR Country Climate and Development Report (Laporan Iklim dan Pembangunan Negara) CGE Computable General Equilibrium (Keseimbangan Umum Multisektoral yang Dapat Dikomputasi) DMO Domestic Market Obligation (Kewajiban Pasar Dalam Negeri) EIP Eco-Industrial Park (Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan) EU European Union (Uni Eropa) FOLU Forestry and Other Land Uses (Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Lahan Lainnya) GHG Greenhouse Gas(es) (Gas Rumah Kaca) IDS Intermediate Decarbonization Scenario (Skenario Dekarbonisasi Menengah) LCR Local Content Requirement (Persyaratan Kandungan Lokal atau Tingkat Komponen Dalam Negeri, TKDN) LTS-LCCR Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (Strategi Jangka Panjang untuk Pembangunan Rendah Karbon dan Ketangguhan Iklim) LCDI Low Carbon Development Initiative NDC Nationally Determined Contribution (Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional) NTM Non-tariff Measure (Tindakan Non-Tarif) NUMP National Urban Mobility Policy (Kebijakan Mobilitas Perkotaan Nasional) NZP Net Zero Policy (Kebijakan Emisi Nol Bersih) PLN Perusahaan Listrik Negara PPP Public Private Partnership (Kemitraan Pemerintah-Swasta) PSO Public Service Obligation (Kewajiban Pelayanan Publik) RUPTL Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik SoE State-owned Enterprise (Badan Usaha Milik Negara, BUMN) LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR IV AKSI IKLIM SEBAGAI KATALIS UNTUK PEMBANGUNAN B OROB U DU R • YO GYAK AR TA I ndonesia telah membuat komitmen penting untuk memenuhi target iklim dan pembangunannya. Kemajuan pesat dalam pertumbuhan ekonomi dan pengenta- san kemiskinan di Indonesia sebagian terjadi berkat sumber daya alam, termasuk batu bara, minyak, hutan, dan lahan gambut. Hasil dari pembangunan Indonesia tersebut juga berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK), yang sejalan dengan tingkat pendapatannya. Emisi GRK membebani pembangunan Indonesia melalui guncangan iklim, dan melalui degradasi dan polusi lingkungan. Indo- nesia telah berkomitmen untuk menempuh jalur baru dalam Strategi Jangka Panjang untuk Rendah Karbon dan Ketangguhan Iklim (Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience, LTS-LCCR) 2050. Sebagaimana dinyatakan dalam Prakarsa Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development Initiative, LCDI), Indonesia tengah mencari cara untuk “mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sosial me- lalui kegiatan pembangunan dengan emisi GRK rendah dan meminimalkan eksploitasi sumber daya alam” (Bappenas 2021). Upaya yang tengah dilakukan Indonesia saat ini membantu memperlambat emisi GRK sembari mempertahankan pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 1 Laporan Iklim dan Pembangunan Negara (Country Climate and Development Report, CCDR) menjajaki pilihan bagi Indonesia untuk dapat terus menyelaraskan ambisi iklim dan pertumbuhannya. Pilihan tersebut diusulkan berdasarkan suatu kerangka kerja yang menghubungkan antara pasokan sumber daya intensif karbon (seperti lahan dan energi primer) dengan permintaan akan sumber daya tersebut di sektor-sektor penggerak utama pertumbuhan ekonomi (seperti tenaga listrik, industri, transportasi, perluasan kota, pertanian, dan kehutanan). Kebijakan yang memangkas pasokan sumber daya karbon dapat dilengkapi dengan kebijakan yang membantu mengurangi permintaan akan sumber daya karbon tersebut, serta mendorong pemanfaatan sumber daya alternatif. Selain kebijakan khusus di sektor (seperti restorasi hutan yang terdegra- dasi dan mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap), transisi rendah karbon akan membutuhkan kebijakan ekonomi (yaitu, kebijakan fiskal, keuangan, investasi, dan perdagangan) yang memungkinkan perusahaan dan pekerja untuk berperan serta dalam ekonomi yang lebih ramah lingkungan (hijau). CCDR menjajaki berbagai aksi yang dapat membantu Indonesia mengurangi trade-off antara pengurangan emisi dan pertumbuhan jangka pendek. Lebih lanjut, laporan ini menjajaki berbagai aksi yang diperlukan menuju transisi yang tangguh, agar Indonesia dapat mengurangi kerugian dari dampak perubahan iklim yang sudah berlangsung. CCDR dibagi menjadi lima bagian: BAG I A N 1 Menilai bagaimana penawaran dan permintaan sumber daya intensif karbon di In- donesia, bersama dengan dampak iklimnya, berinteraksi dengan pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. BAG I A N 2 Mengkaji komitmen iklim dan kapasitas Indonesia untuk mengurangi pasokan dan guhan permintaan akan sumber daya intensif karbon, sembari meningkatkan ketang­ terhadap perubahan iklim. BAG I A N 3 Meninjau kebijakan fiskal, keuangan, investasi, dan perdagangan untuk memungkinkan terjadinya transisi yang rendah karbon dan tangguh. BAG I A N 4 Menganalisis dampak ekonomi dari aksi iklim untuk menilai bagaimana pengurangan emisi GRK dapat memengaruhi pertumbuhan, perdagangan, rumah tangga, dan per- usahaan. BAG I A N 5 Mengusulkan kerangka kerja kebijakan iklim dan pembangunan yang mengintegrasi- kan pasokan, permintaan, adaptasi, dan langkah-langkah kebijakan yang mendukung. Kerangka kerja tersebut mengusulkan beberapa aksi prioritas berdasarkan dampak perubahan iklim dan sinerginya dengan kebutuhan pembangunan Indonesia. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 2 1 TRANSISI PEMBANGUNAN & EMISI KARBON P asokan dan permintaan akan sumber daya intensif karbon di Indonesia berkontribusi terhadap peningkatan emisi GRK, yang sejalan dengan ta- hap pembangunan Indonesia (Gambar 1). Emisi Indonesia dengan rata-rata tahunan setara 1.495 juta ton karbon dioksida (CO2) ekuivalen (MtCO2eq) pada tahun 2018 - 2020—tergolong tinggi secara absolut dibandingkan dengan negara-negara setara secara struktural. Tetapi, emisi Indonesia menunjukkan tanda-tanda perlambatan, termasuk dalam hal per kapita (Gambar 2). Pasokan lahan yang melimpah (dari hutan dan lahan gambut yang kaya karbon) dan sumber daya energi (dari bahan bakar fosil, khususnya batu bara), telah meningkatkan profil emisi Indonesia. Di sisi permintaan, sebagian besar sektor perekonomian telah memanfa- atkan sumber daya kaya karbon untuk mendorong pembangunan (untuk listrik, indus- tri, transportasi, perluasan kota, pertanian, dan kehutanan). Tren ini diperkuat oleh rendahnya harga karbon dari sumber daya lahan dan energi (dijelaskan di Bagian B). G A M BA R 1 Emisi Per Kapita Tetap Berada di Bawah Emisi Negara-Negara Maju Utama dan Sejalan dengan Negara-Negara Berkembang Lainnya PDB per kapita (PPP konstan 2017) vs. Emisi per kapita (semua GRK, tCO2eq) (1990-2019) AMERIKA SERIKAT JERMAN CINA JEPANG BRITANIA RAYA PERANCIS MEKSIKO FILIPINA Sumber: World Development Indicators (basis data Bank Dunia); Climate Watch Data Explorer; data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); angka-angka yang disusun oleh staf WBG). Catatan: Gambar 1 menunjukkan tren polinomial untuk PDB per kapita dan emisi per kapita tahun 1990-2019. G A M BA R 2 Dengan Tanda-Tanda Melambat *Laporan ini menggunakan kelompok negara-negara setara yang standar dalam Beberapa Tahun Terakhir jika data memungkinkan. Kelompok negara-negara setara adalah Nigeria, Emisi GRK Tahunan (Semua GRK, rata-rata pergerakan selama 3 tahun) Tiongkok, India, Ukraina, Thailand, Filipina, Meksiko, Republik Arab Mesir, * Federasi Rusia, dan Brasil, dipilih ber- dasarkan kesamaan statistik mereka dalam hal populasi, PDB per kapita, dan total PDB. Serangkaian negara-negara setara aspiratif tambahan juga diguna- kan jika berkaitan: Republik Korea, Chili, Polandia, dan Republik Ceko. Dalam beberapa kasus, negara maju juga digunakan sebagai pembanding saat membahas tingkat dan target emisi. Sumber: : Climate Watch Data Explorer (angka disusun oleh staf WBG). LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 3 Pasokan emisi dari lahan dan energi menyumbang sekitar 90 persen dari emisi. Deforestasi dan kebakaran hutan secara historis menyumbang lebih dari 42 persen emisi GRK Indonesia.1 Kegiatan pertanian dan kehutanan merupakan penyebab utama perubahan tutupan lahan. Sekitar 8,49 juta hektar (ha) tutupan hutan telah hilang sejak tahun 2000,2 namun tingkat kehilangannya telah melambat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir berkat upaya pemerintah memperketat perlindungan hutan dan lahan gambut. Deforestasi pada tahun 2020 dan 2021 (sekitar 0,15 juta ha per tahun) merupakan yang terendah sejak tahun 1990. Sementara itu, sumber energi pri- mer menyumbang sekitar 40 persen dari emisi GRK Indonesia dan terus meningkat dari waktu ke waktu. Sekitar 93 persen energi bersumber dari bahan bakar fosil ‒ yaitu batu bara (43 persen), minyak (31 persen), dan gas (19 persen). Pangsa batu bara dalam bauran energi Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Di sisi permintaan, penggerak pembangunan ekonomi adalah konsumen besar dari lahan dan energi. Perluasan perkebunan kelapa sawit dan kayu menyumbang sekitar dua per lima dari total alih fungsi lahan selama dua dekade terakhir. Sementara itu, emisi dari sektor energi di sisi permintaan didorong oleh tenaga listrik (40 persen dari emisi GRK terkait energi) karena ketergantungan pada batu bara lebih dari setengah seluruh pembangkit listrik. Sektor manufaktur menyumbang 18 persen dari emisi terkait energi, dan transportasi 26 persen. Peningkatan efisiensi di sektor pertanian dan transportasi meningkatkan hasil bagi aset berbasis alam dan sumber daya manusia Indonesia. Sebagai contoh, pengem- bangan pertanian di lahan gambut secara historis telah mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menimbulkan biaya. Antara tahun 2007 dan 2018, kegiatan ini menghasilkan sekitar US$ 48 miliar (sekitar 5,7 persen dari PDB); tetapi polusi udara dan kerusakan akibat kebakaran mengurangi lebih dari setengah keuntungan ini.3 Tin- dakan pencegahan kebakaran yang lebih kuat dan restorasi lahan gambut kini telah 1 Total emisi dari mengurangi biaya tersebut. Di daerah perkotaan, telah terjadi pertumbuhan pesat dalam pemanfaatan hutan, penggunaan lahan dan penggunaan kendaraan pribadi, dengan kemacetan yang diakibatkannya diperkirakan kebakaran gambut antara tahun 2000-2020 menelan biaya sekitar 0,5 persen dari PDB.4 Pencemaran udara diperkirakan mengu- sebagai proporsi dari total emisi selama rangi tingkat harapan hidup penduduk Indonesia antara satu hingga empat tahun periode yang sama (data (Greenstone dan Fan 2019), sementara perekonomian kehilangan pendapatan tenaga KLHK 2021). Proporsi emisi dari sektor energi kerja setara dengan 0,6 persen dari PDB (Bank Dunia 2021). Investasi dan kebijakan dihitung untuk periode yang sama. baru-baru ini mendukung penurunan emisi dari sektor transportasi, termasuk sistem 2 Deforestasi rata-rata Mass Rapid Transit Jakarta dan investasi pada sistem busway dan bus pengumpan. mencapai 1,13 juta ha per tahun antara tahub 2000-06 dan 0,53 juta Emisi hanya setengah dari permasalahan ‒ terus beradaptasi terhadap guncangan ha per tahun antara tahun 2014-20. Defo- iklim akan sangat penting untuk menghindari penurunan besar dalam ekonomi dan restasi mencapai 0,11 juta ha pada tahun 2020 kesejahteraan rumah tangga. Antara tahun 1990-2021, Indonesia mengalami lebih (data KLHK). dari 300 bencana alam, termasuk 200 kejadian banjir yang berdampak pada lebih dari 3 Estimasi berdasar- kan model computable 11 juta orang. Frekuensi bencana ini meningkat ‒ dengan bencana terkait iklim menca- general equilibrium pai sekitar 70 persen dari total. Pemukiman dengan paparan yang meningkat terhadap (CGE) Bank Dunia yang dirancang khusus untuk dampak iklim cenderung lebih miskin dan, sementara perubahan iklim berdampak pada mewakili sektor perta- nian dataran rendah seluruh penduduk, masyarakat miskin dan rentan ‒ sepertiga dari jumlah penduduk – Indonesia. kemungkinan menanggung beban yang tidak proporsional. Mata pencaharian mereka 4 Estimasi Bank Dunia berdasarkan analisis lebih sering bergantung pada pertanian dan mereka sering tinggal di daerah rawan data lalu lintas di 28 wilayah metropolitan bencana alam, tetapi tanpa ketangguhan yang diperlukan untuk mengatasi guncangan Indonesia. dan melindungi aset mereka. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 4 Pertanian rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang berimplikasi pada keta- hanan pangan dan gizi. Dengan tidak adanya upaya penanggulangan untuk mening- katkan hasil panen, kenaikan suhu dan pergeseran curah hujan diproyeksikan akan menurunkan hasil sawah beririgasi (-0,72 persen pada tahun 2030), jagung (-7,1 persen), dan kelapa sawit (-1,19 persen). Wabah penyakit dan hama, yang disebabkan oleh suhu yang lebih tinggi, diperkirakan akan meningkat, seiring dengan dampak banjir, kekeringan, dan intrusi air asin. Faktor-faktor ini berkontribusi pada risiko gagal panen yang lebih tinggi yang pada gilirannya menyebabkan hilangnya pendapatan bagi petani dan harga pangan yang lebih tidak stabil bagi konsumen. Konsumen Indonesia sudah membayar salah satu harga tertinggi di kawasan untuk bahan pokok dan makanan bergizi ‒ yang berkontribusi pada gizi buruk. Sementara angka tengkes (stunting) telah turun drastis dalam beberapa tahun terakhir, 24,4 persen anak Indonesia di bawah usia lima tahun masih menderita tengkes pada tahun 2021 (Kemenkes 2021).5 Selain upaya adaptasi, upaya dekarbonisasi Indonesia juga dapat membantu mem- bangun ketangguhan, sebagaimana dituangkan dalam strategi iklim pemerintah. Perubahan iklim secara mendasar - sebagai fungsi dari emisi global - sebagian besar berada di luar kendali Indonesia. Akan tetapi, ketahanan adalah fungsi dari infrastruk- tur, sumber daya manusia, dan aset alam Indonesia. Banyak aspek ketahanan iklim yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan langkah-langkah dekarbonisasi. Rencana Indonesia untuk menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap, dan peningkatan tindakan pencegahan kebakaran akan mengurangi pence- maran udara dan memberikan manfaat kesehatan. Kerentanan kota-kota di Indonesia dapat dikurangi dengan perubahan pola pembukaan lahan dan pengambilan air tanah. Komitmen pemerintah baru-baru ini untuk perlindungan dan restorasi mangrove akan melindungi masyarakat dan infrastruktur dari risiko banjir yang meningkat, sekaligus menyerap karbon. Pada saat yang sama, transisi menuju ekonomi rendah karbon juga menghadapi tantangan. Indonesia bertujuan untuk menyeimbangkan pengurangan penggunaan batu bara secara bertahap dengan meningkatnya permintaan listrik. Permintaan dan harga batu bara internasional telah meningkat sejak dimulainya Invasi Rusia ke Ukraina, sementara pengetatan kebijakan moneter global berdampak pada ongkos pembiayaan transisi energi rendah karbon. Peningkatan perlindungan hutan dan lahan gambut akan membatasi beberapa bentuk pengembangan pertanian. Dengan demikian, diperlukan peningkatan hasil panen dan pemindahan produksi pertanian ke lahan-lahan terde- gradasi untuk memastikan pertumbuhan yang berkesinambungan. Dampak terhadap sektor riil akan mempengaruhi sistem perbankan mengingat hampir tiga perempat portofolio pinjaman perbankan Indonesia merupakan sektor yang akan terkena dampak kebijakan dekarbonisasi. CCDR mengusulkan kerangka kerja untuk menggambarkan bagaimana reformasi Indonesia yang sedang dan akan berlangsung di masa depan dapat mendukung tran- 5 Angka tengkes (stunting) turun dari 30,8 persen pada 2018. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 5 sisi yang adil dan terjangkau melalui dinamika iklim dan pembangunan yang positif (Gambar 3). Pengurangan pasokan sumber daya intensif karbon (lahan dan energi tak terbarukan) (1) dapat didukung melalui reformasi kebijakan dan kelembagaan, beberapa di antaranya sudah ada atau sedang dilakukan (2). Akan tetapi, diperlukan pula pengu- rangan permintaan akan sumber daya tersebut (untuk listrik, pertanian, perluasan kota, transportasi, industri, dan perdagangan) (3) dan reformasi untuk mendorong penggu- naan sumber daya yang lebih efisien (misalnya, melalui harga karbon, tata ruang) atau sumber daya alternatif (misalnya energi terbarukan) (4). Melengkapi langkah-langkah ini dengan kebijakan ekonomi yang mendukung dapat membantu mengalokasikan sumber daya ke bagian ekonomi yang lebih ramah lingkungan (hijau) dan lebih produktif (5). Kombinasi langkah-langkah tersebut dapat membantu memisahkan pertumbuhan dari emisi karbon (6) yang dapat memperkuat ketangguhan ekonomi terhadap dampak iklim (yaitu suhu yang lebih tinggi, kenaikan permukaan laut, banjir) (7). Hal ini dapat membantu mengurangi biaya pembangunan akibat guncangan terkait iklim (misalnya, kerusakan fisik, hilangnya sumber daya manusia) (8). G A M BA R 3 Mengurangi Pasokan dan Permintaan Sumber Daya Intensif Karbon Melalui Reformasi Sektor dan Reformasi Kebijakan Pemberdayaan dan Kelembagaan 5 KEBIJAKAN 4 KEBIJAKAN PEN AWA R A N PERMIN TA A N EKONOMI MENGENAI SU MB ER DAYA PEN D ORON G PER - SU MB ER DAYA PRIMER A KH IR T U MB U H A N YANG MENDU- PERMINTAAN KUNG 3 PERMINTAAN SUMBER DAYA 6 PERTUM- 7 DAMPAK PER TA N I A N & BUHAN EKO- IKLIM KEH U TA N A N NOMI 1 PASOKAN SUMBER DAYA PE RLUA SAN 9 AKUMULASI 2 KEBIJAKAN 8 BIAYA PEM- TA N A H PERKOTA A N KEKAYAAN MENGENAI BANGUNAN PASOKAN T E N AG A L IS T RIK Sumber: Gambar disusun oleh staf WBG. BAT U BAR A IN D U S T RI Catatan: Gambar di sisi kiri mengilustrasikan interaksi antara penawaran dan permintaan sumber daya dan bagaimana interaksi ini memengaruhi hasil iklim dan pembangunan. Sisi kanan menyajikan sektor ekonomi utama yang memasok dan meminta sumber daya alam dan dibahas dalam CCDR ini. BA H A N BA K A R “ FO SIL , CCDR mengusulkan MIN YA K B IOF U EL T R A N SP OR TA S I kerangka kerja untuk menggambarkan bagaimana reformasi Indonesia yang sedang dan akan berlangsung di masa depan dapat PERDAG A N G AN IN T ERN A SION AL mendukung transisi yang adil dan terjangkau melalui dinamika iklim dan pembangunan yang positif“ LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 6 2 MELAKSANAKAN KOMITMEN IKLIM 6 Kementerian Keuangan (Kemen- keu) memperkirakan dukungan internasional yang dibutuhkan sekitar US$ 114 miliar. Lihat Kemenkeu 2021. 7 LTS-LCCR memper- panjang komitmen 2030 tanpa syarat melalui tiga skenario: (i) kebijakan saat ini, di mana emisi akan terus meningkat setelah tahun 2030; (ii) B RO M O • JAWA T I MUR I transisi, di mana emisi akan menurun tetapi tidak cukup untuk men- capai target tahun 2050; ndonesia telah berkomitmen untuk mengatasi tantangan iklim dan pembangun- dan (iii) rendah karbon, di mana emisi akan an. Komitmen mitigasi dan adaptasi Indonesia telah dituangkan dalam Kontribusi menurun dengan cepat setelah tahun 2030. Nasional yang Ditingkatkan (Enhanced Nationally Determined Contributions, NDCs) Lihat Republik Indonesia. 2021. “Long-Term di bawah Perjanjian Paris 2015 (Republik Indonesia 2022). Ada dua target emisi Strategy for Low-carbon untuk tahun 2030: pengurangan emisi tanpa syarat sebesar 31,9 persen terha- and Climate Resilience 2050.” (link) dap skenario business-as-usual (BAU) dan pengurangan hingga 43,2 persen dengan 8 Prinsip tanggung dukungan internasional.6 Estimasi emisi per kapita di bawah target tanpa syarat NDC jawab bersama tetapi dibedakan diformal- yang Ditingkatkan diproyeksikan menjadi 6,5 tCO2eq per tahun pada tahun 2030 ‒ lebih kan dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB rendah dari sebagian besar negara-negara besar lainnya termasuk Brasil, Tiongkok, tentang Perubahan Iklim. Peinsip ini mengakui Jepang, dan Amerika Serikat. Total emisi pada tahun 2030, dari perkiraan 1.953 MtCO- bahwa semua negara 2 eq, akan setara dengan UE dan Federasi Rusia, dan di bawah AS, Tiongkok, dan India. memiliki kewajiban ber- sama untuk mengatasi Indonesia juga telah memetakan lintasan emisi jangka panjang menuju target emisi nol perubahan iklim tetapi tanggung jawab untuk bersih (net-zero) pada tahun 2060 atau sebelumnya7 (Gambar 4 dan 5). CCDR ini tidak mengatasi masalah ini berbeda antar negara, mengambil sikap terhadap bagaimana target NDC Indonesia. CCDR mengakui prinsip mengingat kemampuan tanggung jawab bersama tetapi berbeda,8 dan meninjau berbagai pilihan bagi Indonesia dan kontribusi historis- nya yang berbeda. untuk dapat mencapai komitmen iklim dan tujuan pembangunannya secara bersamaan. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 7 G A M BA R 4 Emisi Per Kapita Ekonomi-ekonomi Utama sesuai Target yang Dinyatakan Proyeksi emisi per kapita (tCO2eq per tahun) sejalan dengan komitmen yang dinyatakan TAHUN CINA AMERIKA SERIKAT KANADA EROPA JEPANG AMERIKA SERIKAT KANADA G A M BA R 5 Emisi Absolut dari Ekonomi-ekonomi Utama sesuai Target yang Dinyatakan Proyeksi emisi absolut (GtCO2eq per tahun) sejalan dengan komitmen yang dinyatakan TAHUN CINA AMERIKA SERIKAT EROPA JEPANG KANADA AMERIKA SERIKAT EROPA Sumber: NDC Negara-negara di atas, data Climate Watch, dan proyeksi PBB mengenai jumlah penduduk. Grafik disusun oleh staf WBG. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 8 Lebih dari 60 persen target pengurangan emisi dalam NDC yang Ditingkatkan (En- hanced NDC) Indonesia dimaksudkan akan dipenuhi melalui berbagai aksi di sektor hutan dan penggunaan lahan lainnya (forestry and other land uses, FOLU). Emisi FOLU diproyeksikan turun dari proyeksi BAU sebesar 714 MtCO2eq menjadi 214 MtCO2eq pada tahun 2030 berdasarkan target tanpa syarat di bawah NDC yang ditingkatkan. Meskipun sudah ambisius, lebih lanjut pemerintah bertujuan untuk menjadikan FOLU sebagai penyerap karbon pada tahun 2030 (yaitu, emisi bersih negatif) berdasarkan rencana Net Sink (penyerapan bersih karbon) FOLU 2030.9 Berbagai aksi yang telah dicanangkan untuk mencapai FOLU Net Sink mencakup memulihkan 2,7 juta hektar lahan gambut, merehabilitasi 5,7 juta hektar lahan hutan terdegradasi, dan terus me- ngurangi laju deforestasi dan degradasi hutan. Komitmen iklim Indonesia dibangun dengan berlandaskan pada kebijakan dan kelembagaan yang semakin kuat. Pada tahun 2011 pemerintah mengeluarkan mo- ratorium izin baru untuk konversi hutan di hutan primer dan lahan gambut (larangan ini kemudian dibuat menjadi permanen pada tahun 2019) dan pada tahun 2016 memperkuat moratorium untuk kawasan gambut dalam. Pada tahun 2016, Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut yang pada tahun 2021 diperluas hingga men- cakup mangrove (saat ini dikenal sebagai Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, BRGM). Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) didirikan pada tahun 2019 untuk menyalurkan pembiayaan investasi FOLU Net Sink 2030, investasi energi, dan kegiatan terkait iklim lainnya. Setelah FOLU, sektor energi perlu melakukan pengurangan emisi terbesar. Sekitar 39 persen dari target penurunan emisi dalam NDC yang Ditingkatkan (Enhanced NDC) Indonesia akan dipenuhi melalui tindakan di sektor energi. Emisi absolut dari sektor energi diproyeksikan meningkat dari sekitar 600 MtCO²eq pada tahun 2020 menjadi 1.311 MtCO²eq berdasarkan target tanpa syarat dalam NDC yang Ditingkatkan. Mes- kipun me­ ningkat secara absolut, emisi tersebut menurun sebesar 21 persen relatif terhadap estimasi sebesar 1.669 MtCO²eq emisi sektor energi pada tahun 2030 ber- dasarkan skenario BAU. Pada tahun 2030, sektor energi akan mengambil alih sektor FOLU sebagai sumber emisi karbon terbesar di Indonesia. Untuk mengurangi emisi energi, Indonesia bertujuan mengubah bauran energi primernya yang dapat didukung melalui reformasi baru-baru ini. Mengingat peng- gunaan bahan bakar fosil yang intensif di Indonesia, upaya yang diperlukan sangat besar. Indonesia berencana untuk memangkas pangsa batu bara (dari 43 hingga 30 persen antara tahun 2020 dan 2030) dan minyak (dari 31 hingga 25 persen) dan me- ningkatkan pangsa energi terbarukan (dari 6,1 hingga 25 persen). Untuk mendukung hal ini, Peraturan Presiden baru-baru ini (September 2022) menghapus batas harga energi terbarukan yang dikaitkan dengan biaya rata-rata pembangkit (didominasi oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara) dan menetapkan prinsip pengadaan kompe- titif untuk teknologi energi terbarukan. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan lingkungan pendukung untuk investasi energi terbarukan. 9 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Dua reformasi mendasar lainnya akan diperlukan untuk mendorong peralihan dari Kehutanan No. 168/ Menlhk/PKTL/ batu bara. Sebagaimana disebutkan di atas, perkembangan global baru-baru ini me- PLA.1/2/2022, Rencana Operasional FOLU Net nimbulkan tantangan untuk keluar dari batu bara ‒ termasuk kenaikan harga batu Sink (penyerapan bersih bara dan ongkos pembiayaan yang lebih tinggi untuk transisi energi. Reformasi yang karbon) Indonesia Tahun 2030. dapat membantu mengurangi biaya relatif dari energi terbarukan akan semakin pen- LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 9 ting. Perubahan prioritas meliputi antara lain: (i) reformasi Kewajiban Pasar Dalam Negeri (Domestic Market Obligation, DMO) untuk batu bara, di mana produsen batu bara diwajibkan untuk menjual jumlah minimum produksi mereka ke PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero), dengan harga yang dibatasi; dan (ii) reformasi Persyaratan Kandungan Lokal atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang menetapkan ba- tas minimum kandungan lokal baik untuk bahan maupun jasa yang digunakan dalam pembangkit energi terbarukan, termasuk tenaga surya, sehingga meningkatkan biaya investasi energi terbarukan di Indonesia. Di sisi permintaan, Indonesia memanfaatkan cadangan batu bara dalam negeri untuk meningkatkan pembangkit listrik dalam satu dekade hingga tahun 2020. Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga batu bara meningkat dari 13 GW pada tahun 2010 menjadi 37 GW pada tahun 2020.10 Tambahan 13,8 GW kapasitas batu bara yang terhubung ke jaringan sedang dalam pengembangan dan diharapkan akan beroperasi sebelum tahun 2030,11 dan ada lebih banyak lagi pembangkit batu bara terbatas (captive coal power plant) yang direncanakan untuk keperluan industri. Indo- nesia sedang mempertimbangkan pilihan untuk membatasi kenaikan ini. Kurangnya pertumbuhan permintaan (diperburuk oleh pandemi COVID-19) telah berkontribusi pada kelebihan pasokan kapasitas. Dari 13,8 GW pembangkit batu bara yang direncanakan, 10 Angka tersebut belum termasuk pem- 9 sampai 10 GW sedang dalam tahap konstruksi lanjutan. Pembangkit-pembangkit bangkit listrik terbatas (captive power plant) tersebut diharapkan dapat dioperasikan dalam dua tahun ke depan. Dalam langkah tenaga batu bara luar maju yang penting baru-baru ini, Indonesia untuk pertama kalinya menetapkan larangan jaringan (off-grid) dan di luar sistem Jawa-Bali. yang mengikat secara hukum untuk membangun pembangkit listrik tenaga batu bara 11 Ini adalah bagian yang terhubung ke jaringan listrik negara dalam Peraturan Presiden No. 112/2022, dari rencana pemerintah yang disetujui pada namun demikian, peraturan tersebut juga memberikan pengecualian yang signifikan tahun 2015 untuk penambahan kapasitas untuk pembangkit yang terintegrasi dengan industri yang ditujukan untuk transformasi sebesar 35 GW. sumber daya alam mentah atau yang mendukung proyek-proyek yang dianggap penting 12 Permintaan listrik secara strategis nasional. Pengecualian ini menimbulkan risiko yang signifikan terha- berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan dap penghapusan bertahap batu bara di Indonesia jika pembangkit listrik tenaga batu Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-28 sebelumnya di- bara baru terwujud dan selanjutnya mengunci proses industri ke jalur pembangunan proyeksikan bertumbuh sebesar 6,4 persen per berkandungan karbon tinggi. tahun. 13 Proporsi energi Kontribusi tenaga surya dan angin untuk bauran energi perlu dipercepat tetapi terbarukan dalam campuran pembang- terkendala oleh kelebihan kapasitas pembangkit bertenaga batu bara. Permintaan kitan bergerak secara signifikan dari tahun ke listrik diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 4,9 persen per tahun selama sepuluh tahun karena fluktuasi kondisi lokal (misalnya, tahun ke depan (penurunan dari proyeksi sebelumnya).12 PLN berencana menambah bendungan penyimpan- an PLTA). Rata-rata tiga 40,6 GW kapasitas pembangkit listrik baru pada tahun 2030 ‒ dengan pembangkitan tahun hingga 2010 dan dari pembangkit energi terbarukan sebesar 20,9 GW (51,6 persen) dari kapasitas baru 2019 dilaporkan mem- perhitungkan fluktuasi tersebut. Hal ini akan membutuhkan peningkatan minat penggunaan. Dari tahun 2010 ini (Badan Energi Interna- sional: data IEA). hingga 2019, pangsa keluaran listrik terbarukan hanya meningkat dari 14,1 menjadi LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 10 15,3 persen secara keseluruhan,13 mengakibatkan adanya kesenjangan yang cukup besar terhadap target Kebijakan Energi Nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025. Kelebihan pasokan kapasitas dalam sistem, terutama dari pembangkit bertenaga batu bara, telah mengurangi 'ruang' untuk menambah energi terbarukan tanpa menciptakan stranded asset (aset yang mengalami penurunan nilai, devaluasi, atau beralih menjadi kewajiban yang tidak terduga) dari pembangkit listrik tenaga batu bara, terutama di jaringan Jawa-Bali. Agar penghapusan batu bara secara bertahap dapat dilakukan, Indonesia telah mem- bentuk Platform Mekanisme Transisi Energi. Platform Transisi Energi ini menciptakan pengaturan kelembagaan untuk mengatur, mencapai skala, dan mengoordinasikan pendanaan serta pembiayaan untuk transisi energi. Platform ini, yang akan dikelola oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI), akan menyalurkan APBN, pendanaan donor, dan hasil perdagangan karbon untuk proyek transisi energi. Solusi keuangan memiliki potensi untuk mengurangi biaya transisi energi dengan memanfaatkan pendanaan dan pembiayaan multilateral, donor, dan filantropi untuk memadukannya dengan dana APBN dan modal sektor swasta untuk memaksimalkan sumber daya. Investasi dan kegiatan yang diharapkan mendapat manfaat dari mekanisme ini antara lain proyek energi terbarukan dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara. Di luar upaya penting tersebut, ada bagian lain dari kerangka kebijakan sektor ketenagalistrikan yang memerlukan perhatian untuk mendukung transisi energi. “ Komitmen untuk mengurangi intensitas karbon pada sektor ketenagalistrikan dilengkapi dengan target mobilitas listrik pemerintah“ LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 11 Yang pertama adalah meninjau model pendapatan PLN. Sejak tahun 2017, penyesu- aian tarif yang memungkinkan biaya dibebankan ke konsumen telah dibatasi. Hal ini mengakibatkan kerugian yang ditanggung oleh APBN, biasanya dengan penundaan yang mengakibatkan tantangan arus kas. Kedua, PLN menetapkan tarif di bawah pengem- balian seluruh biaya operasi yang timbul (cost recovery) untuk menyediakan tenaga listrik murah bagi rumah tangga miskin dan rentan. Hal ini dikenal sebagai Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation, PSO), namun efisiensi PSO terkendala oleh ketidaktepatan penetapan target. Ketiga, PLN memiliki beban utang yang signifikan. Pengembalian utang menjadi tantangan mengingat model pendapatan dan investasi dibatasi karena utang yang menggantung. Komitmen untuk mengurangi intensitas karbon pada sektor ketenagalistrikan di- lengkapi dengan target mobilitas listrik pemerintah. Program Kendaraan Listrik (Electric Vehicle, EV) Nasional untuk Transportasi Jalan,14 yang dimulai pada tahun 2019, menetapkan target produksi kendaraan listrik (EV) dalam negeri mencapai 20 persen dari total penjualan kendaraan dalam negeri pada tahun 2025 (Maghfiroh dan Pandyaswargo 2021). Pada tahun 2030, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 0,6 juta mobil listrik, dan 2,45 juta kendaraan roda dua listrik di jalan raya Indonesia. Target tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, meningkatkan kualitas udara, dan mengembangkan cadangan nikel negara (yang terbesar di dunia) untuk baterai lithium-ion. Target ambisius untuk elek- trifikasi armada angkutan umum (90 persen pada tahun 2030) juga telah ditetapkan. Penyerapan pasar saat ini terbatas, karena biaya di muka untuk kendaraan listrik (EV) yang tinggi (diperburuk oleh persyaratan kandungan lokal (local content requirements, LCR). Penyerapan yang lebih tinggi, asalkan terjadi bersamaan dengan dekarbonisasi jaringan, akan membantu menurunkan emisi. Ada peluang untuk memanfaatkan proses perencanaan dan pembangunan kota untuk mengurangi emisi perkotaan. Jejak karbon perkotaan, dan emisi terkait dari penggunaan lahan dan penyediaan layanan akan meningkat secara dramatis selama dekade berikutnya di Indonesia, terutama kota-kota dengan jumlah penduduk di bawah 1 juta orang. Indonesia telah mengamanatkan standar efisiensi (sertifikasi hijau) untuk gedung-gedung bertingkat. Memberlakukan standar sertifikasi (Sertifikasi Bangunan Gedung Hijau) bagi rumah tapak akan menuai keuntungan efisiensi energi lebih lan- jut. Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah sedang dalam pengembangan. Rencana pertama—yang disetujui untuk Jakarta pada tahun 2021—menargetkan pe- ngurangan emisi GRK sebesar 50 persen pada tahun 2030. Perluasan proses ini ke daerah lainnya akan meningkatkan penyelarasan tujuan iklim nasional dengan tindakan di tingkat daerah. Kerangka kebijakan dan kelembagaan untuk ketahanan telah membaik dalam bebe- rapa tahun terakhir. Manajemen risiko bencana dan kapasitas perlindungan sosial yang diperkuat meningkatkan ketangguhan terhadap guncangan, dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana meningkatkan koordinasi tanggap bencana dan kerangka peraturan baru yang lebih baik memasukkan risiko bencana ke dalam rencana tata 14 Peraturan Presiden ruang. Pemberian bantuan sosial sedang diperkuat melalui Peta Jalan Perlindungan No. 55 Tahun 2019 Sosial Adaptif dan data penerima bantuan sosial yang baru (Data Terpadu Kesejahteraan tentang Percepatan Program Kendaraan Sosial). Upaya berkelanjutan untuk menutup celah dan memperluas akses ke registri Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric akan meningkatkan dampaknya. Pertimbangan lebih rinci tentang risiko bencana dalam Vehicle) untuk Transpor- tasi Jalan. perencanaan tata ruang, serta dalam standar infrastruktur, juga dapat ditingkatkan. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 12 3 LANDASAN KEBIJAKAN EKONOMI UNTUK MASA DEPAN RENDAH KARBON & TANGGUH IKLIM K ebijakan dan kelembagaan khusus di berbagai sektor sangat penting, tetapi bukan satu-satunya landasan yang diperlukan untuk memenuhi komitmen Indonesia. CCDR mengidentifikasi empat bidang reformasi ‒ sial, investasi, dan perdagangan ‒ yang dapat melengkapi ke- fiskal, finan­ bijakan sektor yang direncanakan pemerintah. Kebijakan fiskal membantu menetapkan sinyal harga dan memberikan insentif untuk investasi ramah lingkungan (hijau). Kebijakan sektor keuangan mempengaruhi biaya dan ketersediaan modal untuk investasi ramah lingkungan ‒ yang dilengkapi dengan kebijakan iklim investasi yang mempengaruhi kegiatan sektor swasta. Sementara itu, kebijakan perdagangan mendu- kung akses perusahaan ke masukan (input) dan pasar ramah lingkungan. Reformasi di bidang ini akan membantu perusahaan dan pekerja berperan serta dalam ekonomi baru yang lebih ramah lingkungan. Kerangka fiskal Indonesia secara historis telah mendorong konsumsi karbon, meski- pun reformasi yang sedang berlangsung mencoba untuk memperbaiki hal ini. Insentif didorong oleh pajak yang rendah dan subsidi untuk bahan bakar fosil. Dukungan untuk bahan bakar fosil sebagai bagian dari penerimaan pajak di Indonesia telah menurun – dengan penurunan tajam pada tahun 2015 (Gambar 6 dan 7). Bagaimanapun juga, subsidi umum secara tidak proporsional lebih menguntungkan rumah tangga berpeng- 15 Diperkirakan 80 hasilan tinggi.15 Mendorong upaya untuk memotong subsidi energi dan menyalurkan persen subsidi bensin penghematan tersebut kepada rumah tangga yang memenuhi syarat akan mengirimkan masuk ke rumah tangga pada desil pengeluaran sinyal harga yang lebih baik, melindungi rumah tangga miskin, dan menciptakan ruang ke-5 ke atas. Untuk subsidi solar dan LPG fiskal. Sementara itu, sebagian besar kebijakan perpajakan belum memberi disinsentif ke rumah tangga, masing-masing 95 bagi konsumsi karbon. Pajak karbon dapat mengurangi emisi dan menjadi sumber persen dan 68 persen pendapatan pemerintah. Pajak karbon yang baru-baru ini diusulkan ‒ yang awalnya diberikan kepada 60 persen rumah tangga diterapkan pada pembangkit listrik tenaga batu bara ‒ akan menjadi langkah pertama teratas. Untuk listrik, semua sambungan ke yang penting; peta jalan untuk perluasannya (lintas sektor dan tingkat harga sepanjang jaringan PLN dikategori- kan sebagai bersubsidi waktu) selanjutnya akan membantu mendorong perencanaan jangka panjang oleh per- atau tidak bersubsidi, tetapi pengguna yang usahaan. Seiring waktu, pajak karbon yang diperluas dapat membantu meningkatkan tidak bersubsidi pun kekurangan penerimaan pajak pemerintah Indonesia. mendapat manfaat dari subsidi karena besarnya tarif di bawah biaya pem- bangkitan. Diperkirakan Pemerintah telah menaikkan harga energi bersubsidi sebagai tanggapan atas gun- 42 persen dari total subsidi listrik pada tahun cangan harga energi baru-baru ini.16 Hal ini akan mengurangi tekanan belanja subsidi, 2022 akan diperoleh namun demikian, reformasi subsidi energi yang besar atau penetapan harga karbon dari sambungan jaringan yang tidak disubsidi. mungkin sulit dilakukan dalam kondisi ekonomi saat ini. Pada saat harga energi tinggi, Estimasi kejadian subsidi BBM adalah estimasi mempertahankan subsidi umum daripada menggantinya dengan transfer yang ditarget- Kemenkeu, sedangkan estimasi insiden subsidi kan mungkin lebih mudah karena beberapa rumah tangga miskin yang mengonsumsi listrik adalah estimasi BBM tidak menerima bantuan sosial untuk mengompensasi harga BBM yang lebih tinggi. Bank Dunia. Selain itu, kontrol harga dapat melindungi produsen dari biaya masukan (input) yang 16 Pemerintah mena- ikkan harga listrik untuk lebih tinggi. Namun demikian, seperti yang sudah diketahui oleh pemerintah, subsidi ini rumah tangga terpilih pada bulan Juli 2022 mahal dalam konteks ruang fiskal yang terbatas. Selain itu, subsidi umum secara tidak dan menaikkan harga bensin dan solar yang di- proporsional menguntungkan rumah tangga yang lebih mampu. Oleh karena itu, penting atur pemerintah sebesar 30 persen pada bulan untuk mempertahankan upaya memperkuat infrastruktur pendistribusian perlindungan September 2022. sosial dan menyusun bantuan terikat waktu untuk rumah tangga yang terkena dampak. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 13 G A M BA R 6 G AMBAR 7 Dukungan Fiskal untuk Bahan Ba- Sebagian Besar Dukungan kar Fosil Tinggi namun Menurun Ditujukan Untuk Konsumen Total dukungan bahan bakar fosil Dukungan bagi konsumen bahan bakar fosil RENTANG ANTAR KUARTIL (PADUK SECARA STRUKTURAL) % DARI TOTAL PENERIMAAN PAJAK % DARI TOTAL DUKUNGAN BAGI BAHAN FOSIL Sumber: Estimasi staf WBG mengguna- kan Data Pertumbuhan Hijau OECD. Catatan: Lihat Catatan di gambar 2. Sistem keuangan adalah pendukung penting dari aksi iklim; pendalaman kapasitas manajemen risiko dan instrumen keuangan ramah lingkungan (hijau) dapat mem- bantu. Tingkat sektor keuangan relatif kecil di Indonesia17 dan memiliki keterpaparan tinggi terhadap risiko iklim, namun demikian, kapasitas untuk mengidentifikasi, menilai, dan memantau risiko tersebut masih terbatas. Kapasitas untuk mengidentifikasi dan memantau investasi ramah lingkungan juga terbatas. Pemerintah berupaya mengatasi keterbatasan ini, misalnya, melalui peraturan tahun 2017 tentang keuangan berkelan- jutan yang mewajibkan lembaga keuangan Indonesia untuk menerapkan praktik ber- kelanjutan dalam operasi bisnis mereka. Publikasi taksonomi ramah lingkungan (hijau) untuk sektor keuangan pada tahun 2022 merupakan langkah penting lainnya. Seperti di sebagian besar negara berkembang, pasar keuangan ramah lingkungan masih kecil (0,4 persen dari PDB), didominasi oleh pasar obligasi negara, dengan instrumen yang terbatas, dan sebagian besar opsi kredit yang tersedia di pasar memiliki jangka waktu jatuh tempo yang lebih pendek. Investasi sektor swasta dapat didorong dengan meningkatkan peran serta swasta, misalnya dalam proyek-proyek infrastruktur yang saat ini didominasi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peran serta dapat ditingkatkan melalui perubahan pada lingkungan investasi dan peraturan: (i) reformasi akses preferensial BUMN ke sumber daya keuangan (kredit, suntikan modal) dapat menciptakan ruang yang lebih besar bagi perusahaan swasta; (ii) penguatan struktur dan dokumentasi Kemitraan Peme- rintah Swasta (KPS) dapat membantu mendorong investor asing; (iii) penyederhanaan kerangka hukum yang mengatur proyek kerja sama juga dapat membantu; dan (iv) pedoman lebih lanjut mengenai metodologi dan peraturan yang mengatur penilaian dampak lingkungan untuk proyek kerjasama. Kebijakan perdagangan juga dapat berkontribusi pada tujuan dekarbonisasi Indo- nesia. Meskipun tarif rata-rata impor barang dan teknologi ramah lingkungan rendah, analisis Bank Dunia mendapati bahwa tindakan non-tarif (non-tariff measures, NTM) di Indonesia menimbulkan biaya untuk barang ramah lingkungan sebesar sekitar 20 persen. Penyesuaian terhadap LCR juga dapat memperbaiki iklim investasi. Sementara 17 Misalnya, jumlah kre- dit swasta mencapai 38 LCR bertujuan untuk memberikan insentif bagi manufaktur lokal, hal itu berdampak persen dari PDB, diban- dingkan dengan rata-rata pada penyerapan jangka pendek. Misalnya, peraturan LCR mengatur tingkat komponen Negara Berpenghasilan dalam negeri untuk modul surya minimal 40 persen. Panel surya yang diproduksi di Menengah yang di atas 120 persen. dalam negeri masih lebih mahal dan efisiensinya lebih rendah dibandingkan dengan LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 14 yang tersedia di pasar luar negeri. LCR juga dapat bertindak sebagai penghalang untuk pengadaan publik internasional, mengurangi daya tarik proyek pengadaan publik sektor energi terbarukan utama. LCR yang ketat untuk kendaraan listrik (electric vehicle, EV) mungkin menghadapi masalah yang serupa. Perusahaan dalam industri manufaktur intensif karbon mengadopsi praktik manaje- men ramah lingkungan, tetapi kurangnya pengetahuan dan pembiayaan mengham- bat upaya dekarbonisasi mereka.18 CCDR ini menyurvei lebih dari 700 perusahaan, dan mendapati bahwa praktik manajemen ramah lingkungan (misalnya, strategi ramah lingkungan, karyawan yang khusus menangani energi, dan pemantauan emisi dari penggunaan energi) lazim digunakan, sebagian didorong oleh peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup dan efisiensi energi. Namun demikian, 58 persen perusahaan responden tidak menganggap investasi efisiensi energi sebagai prioritas atau terkendala oleh kurangnya informasi (43 persen) atau pembiayaan (32 persen). Perkiraan periode pengembalian investasi energi adalah tiga tahun untuk perusahaan menengah dan lima tahun untuk perusahaan besar, tetapi sebagian besar pilihan kredit yang tersedia di pasar memiliki jangka waktu jatuh tempo yang lebih pendek. Indonesia sedang mengembangkan Kawasan Industri Ramah Lingkungan (Eco-Indus- trial Parks, EIP) untuk meningkatkan jejak iklim perusahaan manufaktur. EIP men- dorong dilakukannya pendekatan produksi yang lebih ramah lingkungan melalui in- frastruktur dan pengetahuan bersama, tetapi ada kendala. Pengembangan EIP dapat didukung lebih lanjut melalui pengembangan strategi EIP yang memuat indikator dan target kinerja lingkungan. Selain itu, diperlukan pula peralihan dari penyedia layanan dan operator BUMN yang memiliki proporsi utang yang sangat tinggi relatif terhadap ekuitas (leveraged) dan yang tidak memiliki cukup modal untuk investasi pasokan energi rendah karbon dan infrastruktur ramah lingkungan lainnya. Penawaran dan permintaan untuk keterampilan ramah lingkungan (green skills) 18 Berdasarkan survei CCDR terhadap kecil, tetapi kemungkinan akan meningkat. Perekonomian Indonesia hanya memiliki emisi, praktik lingkungan sebagian kecil perusahaan yang menghasilkan keluaran (output) ramah lingkungan hidup, dan pendorong serta kendala dari 700 (6 persen), dan hanya 5 persen dari iklan lowongan pekerjaan daring (online) yang perusahaan manufaktur yang berbasis di Pulau membutuhkan setidaknya satu keterampilan ramah lingkungan (berdasarkan anali- Jawa. sis survei Bank Dunia).19 Meskipun tidak semua pekerjaan terkait ramah lingkungan 19 Berdasarkan analisis Bank Dunia terhadap memiliki persyaratan keterampilan yang tinggi, tren di negara-negara berpenghasilan 140.000 iklan lowongan kerja Indonesia yang tinggi menunjukkan bahwa permintaan akan tenaga kerja ramah lingkungan di Indo- diambil pada tahun nesia akan semakin membutuhkan keterampilan yang bernilai lebih tinggi dan akan 2020 dari lebih dari 200 sumber daeing (online). tumbuh dari waktu ke waktu, sehingga diperlukan perubahan yang sepadan dalam hal pendidikan dan pelatihan. 4 AKSI IKLIM DAPAT MENDUKUNG PERTUMBUHAN LEBIH CEPAT A pa arti aksi iklim bagi pertumbuhan dan pembangunan Indonesia? CCDR ini mengeksplorasi bagaimana reformasi kebijakan energi, lahan, dan fiskal dapat berdampak pada emisi, pertumbuhan, harga, dan kemiskinan. Seper- ti halnya semua pemodelan, hasil pemodelan CCDR bersifat ilustratif dan tergantung pada berbagai ketidakpastian. Pemodelan ini didasarkan pada asumsi khusus yang mungkin tidak berlaku persis dalam kenyataan, dan pemodelan ter- LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 15 sebut tunduk pada ketidakpastian mengenai bagaimana kemajuan teknologi dan kondisi global dapat berkembang. Pemodelan ini berfokus pada dampak mitigasi. Pemodelan dampak ekonomi dari aksi iklim dilakukan dalam tiga tahap. Tahap 1 menggunakan dua model lahan dan energi yang terpisah untuk menilai potensi dampak reformasi sektor tertentu. Tahap 2 mengintegrasikan reformasi lahan dan energi bersama dengan reformasi fiskal (pemotongan subsidi dan pajak karbon) dalam model keseimbangan umum multisektoral yang dapat dikomputasi (Computable General Equilibrium /CGE) di perekonomian secara luas untuk menilai kemungkinan hasil emisi dan pertumbuhan jangka pan- jang. Tahap 3 mengintegrasikan hasil pertumbuhan dari model CGE tersebut ke dalam dua model ekonomi mikro dan simulasi perdagangan yang terpisah untuk menilai dampak terhadap rumah tangga dan perdagangan. Dampak gabungan dari kebijakan lahan, energi, dan fiskal dianalisis dalam tiga skenario dengan tingkat ambisi bertahap untuk menilai biaya dan manfaat dekarbonisasi dari waktu ke waktu. Proyeksi dasarnya adalah kasus BAU, di mana kebijakan iklim saat ini dipertahankan tanpa adanya kebijakan tambahan yang baru; sementara ketiga skenario tersebut adalah: 1 2 3 Pengalihan subsidi Kontribusi yang Ditetapkan Kontribusi yang Ditetapkan Secara listrik dan bahan ba- Secara Nasional (Nationally Nasional Plus (NDC+): Ini mencakup se- kar: Penetapan target Defined Contribution, NDC): mua tindakan dari skenario NDC di atas subsidi yang disem- Ini termasuk penetapan ulang (yaitu, penetapan ulang target subsidi, purnakan diharapkan target subsidi (yaitu, skenario (i) kebijakan terkait lahan, dan kebijakan menjadi keuntungan di atas) dan ditambah dengan terkait energi), bersama dengan tarif bersih bagi Indonesia. tiga aksi iklim lainnya: (i) kebi- pajak karbon yang lebih tinggi, menca- Penghematan dari jakan terkait lahan (restorasi, pai US$ 200/tCO2 pada tahun 2040. penghapusan subsi- dan perpanjangan moratorium Pengurangan emisi dalam skenario ini di digunakan untuk deforestasi); (ii) kebijakan terka- dua kali lebih cepat dari skenario NDC. mendukung transfer it energi (transisi dari batu bara Pengurangan yang cepat ini melibatkan sebagai kompensasi menuju energi terbarukan); dan biaya bersih yang lebih tinggi untuk bagi 40 persen pendu- pajak karbon yang mencapai Indonesia daripada pengurangan emisi duk di kuintil terbawah. US$ 40/tCO²eq pada tahun yang diproyeksikan dalam skenario NDC 2040. Pajak karbon diterapkan karena pengurangan emisi yang lebih di semua sektor kecuali perta- ambisius, namun demikian, hal ini juga nian. Pengurangan emisi dalam menghasilkan manfaat global yang lebih skenario ini memungkinkan besar. Untuk membantu mengkompen- Indonesia untuk menurunkan sasi Indonesia atas biaya yang lebih eksternalitas negatif – seperti tinggi ini, dilakukan analisis sensitivitas pencemaran udara dan keru- di mana peningkatan investasi asing (1 gian akibat kebakaran terkait persen dari PDB) ditambahkan ke Indo- pembukaan lahan. Penerimaan nesia selama periode proyeksi. dari pajak karbon digunakan untuk investasi ‒ dengan peng- gantian aset bahan bakar fosil yang terbengkalai sebesar 25 persen dari investasi baru. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 16 G A M BA R 8 Gambaran Skenario dalam Model 1 Kebijakan Energi Kebijakan Lahan RUPTL Hijau di 2020-30 (BAU) Kebijakan lahan saat ini dan luas restorasi (BAU) Skenario dekarbonisasi menengah (Intermediate Decarboni- Restorasi lahan gambut (3 juta ha) zation Scenario, IDS) (RUPTL Hijau pada tahun 2020-30 dan perluasan dengan biaya paling ekonomis pada tahun 2030-40) Moratorium hutan dan lahan gambut yang diperluas Skenario percepatan dekarbonisasi (Accelerated Decarboniza- Pajak emisi berbasis lahan dengan redistribusi tion Scenario, ADS) (batas emisi digunakan untuk mendorong (US$ 5/tCO2eq) 80% pengurangan emisi sektor ketenagalistrikan) Kombinasi intervensi lahan di atas 2 Skenario Ekonomi PEN G AT U R A N KE B IJAK A N SA AT IN I Menghilangkan subsidi BBM dan listrik Skenario NDC pada 2030: NDC+ Tidak ada kebijakan energi tambahan Pajak Karbon → US$ 40/tCO2eq, 2040 Pajak Karbon → US$ 200/tCO2eq, 2040 Tidak ada kebijakan pertanahan tam- Kebijakan Energi → dekarbonisasi Kebijakan Energi → dekarbonisasi bahan Kebijakan Pertanahan → pilihan dari atas Kebijakan Pertanahan → gabungan (Konsisten dengan NDC) kebijakan lahan di atas Penanaman Modal Asing 3 Implikasi Lebih Lanjut DAMPAK PADA RUMAH TAN GG A DA M PAK PADA PE RDAG AN G AN Catatan: RUPTL: Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 17 Singkatnya, aksi iklim yang diusulkan dapat membantu mengurangi emisi sambil berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Tindakan yang menargetkan kembali subsidi energi berdampak kecil pada emisi GRK. Dampak- nya terhadap pertumbuhan, seperti dalam skenario lain, bergantung pada apakah perolehan fiskal digunakan kembali melalui dana transfer (pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan BAU tetapi hasil kesejahteraannya bagi rumah tangga lebih baik) atau melalui investasi (pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan BAU tetapi tantangan kesejahteraannya dalam jangka pendek). Dana transfer pemerintah untuk mengkompensasi rumah tangga miskin terhadap harga energi yang tinggi diamanatkan oleh undang-undang. Menggabungkan pengalihan subsidi dengan langkah-langkah kebijakan lahan dan energi, bersama dengan pajak karbon (US$ 40,00 per ton CO²eq pada tahun 2040), memungkinkan Indonesia untuk memenuhi target NDC sambil menambahkan rata-rata 0,7 poin persentase dari PDB dalam jangka panjang. PDB (sedikit) lebih tinggi dalam skenario ini berasal dari penghapusan distorsi tetapi juga investasi yang lebih tinggi dalam pemulihan lahan dan infrastruktur energi. Pajak kar- bon yang lebih ambisius (US$ 200,00 per ton CO²eq pada tahun 2040) dalam jangka panjang akan menyebabkan (sedikit) pengurangan PDB relatif terhadap BAU. Pembi- ayaan eksternal dapat membalikkan hal ini untuk menambah 0,8 poin persentase ke PDB. Skenario-skenario tersebut mengasumsikan digunakannya kembali penerimaan pajak karbon melalui investasi. Kebutuhan investasi tambahan berkisar antara 0,4 persen hingga 1,6 persen dari PDB per tahun. Kemiskinan diperkirakan akan menurun di semua model skenario. Secara lebih rinci, aksi iklim di sektor lahan akan mengurangi emisi secara substan- sial dan memiliki dampak positif yang kecil terhadap PDB. Restorasi lahan gambut, 20 Meskipun Indonesia penguatan moratorium, dan gabungan pajak emisi berbasis lahan20 diperkirakan akan memiliki rencana untuk meningkatkan mengurangi emisi tahunan sebesar 987 MtCO²eq pada tahun 2030, cukup untuk restorasi dan perlin- dungan hutan (dan telah memenuhi komitmen pemerintah untuk NDC 2030 dan tujuan FOLU 2030 Net Sink melakukannya), tetapi (Gambar 9). Gabungan berbagai langkah tersebut akan berdampak positif terhadap tidak mempertimbang- kan pajak emisi berbasis PDB (tambahan US$ 16,19 miliar antara tahun 2018 dan 2030) dan lebih lanjut dapat lahan saat ini. Dengan demikian, instrumen ini mengurangi dampak terhadap kesehatan dan kerugian akibat kebakaran: kerugian hipotetis dan disertakan untuk mengeksplorasi yang dapat dihindari diperkirakan sebesar US$ 65,04 miliar antara tahun 2018-30. potensi saling meleng- kapi antara pendekatan kebijakan berbasis fiskal Dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan harus melampaui rencana pemerintah saat dan peraturan. Skenario hipotetis ini akan ini (RUPTL 2021-30). Analisis difokuskan pada pembangkitan yang terhubung ke ja- memerlukan pungutan US$ 5,00 per ton untuk ringan listrik yang dikelola oleh PLN. Pada tahun 2020, ini mewakili 64 GW dari total kegiatan pertanian ber- kapasitas terpasang sebesar 72 GW. Akibatnya, pemodelan tidak mencakup, misalnya, emisi tinggi (termasuk alih fungsi hutan) untuk pembangkitan tenaga batu bara di pembangkit listrik untuk penggunaan sendiri (captive memberikan disinsentif pada pengembangan power plant) atau di sistem luar jaringan (off-grid) karena keterbatasan data. Skenario konsesi hutan atau perkebunan yang paling mencakup rencana perluasan kapasitas sesuai RUPTL 2021-30 (BAU), dekarbonisasi kaya karbon. Instrumen menengah (intermediate decarbonization, IDS), dan dekarbonisasi yang dipercepat tersebut relatif baru. Sa- lah satu pendekatannya (accelerated decarbonization, ADS) yang mencapai pengurangan emisi sebesar 80 adalah dengan mene- rapkan pajak di tingkat persen relatif terhadap BAU pada tahun 2040 (Gambar 10). Persyaratan investasi untuk hilir pada komoditas terpilih yang diproduksi sektor ketenagalistrikan diharapkan setidaknya 50 persen lebih tinggi di bawah ADS di lanskap karbon tinggi yang ditetapkan melalui (US$ 157 miliar dalam bentuk sudah didiskonto) dibandingkan dengan BAU (US$ 104 penyesuaian instrumen miliar dalam bentuk tanpa diskonto). Biaya rata-rata listrik dalam ADS akan menjadi fiskal yang ada yang digunakan di sektor per- 11 persen lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah BAU. tanian (seperti pungutan minyak kelapa sawit). LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 18 Pemodelan menunjukkan bahwa akan menguntungkan secara ekonomi untuk me- ngeluarkan 4 GW dari 13,8 GW pembangkit tenaga batu bara dari proyek-proyek investasi (pipeline) yang belum memulai konstruksi atau sedang dalam tahap awal pengembangan. Mengingat kelebihan kapasitas dalam sistem, pembangkit-pembangkit tersebut tidak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik. Perjanjian jual beli tenaga listrik untuk pembangkit-pembangkit tersebut akan membebani PLN secara finansial dan menghambat pengembangan energi terbarukan. Penting juga bagi Indo- nesia untuk mengejar rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara untuk mendapatkan keuntungan dari pembangkit energi terbarukan yang berbiaya rendah. G A M BA R 9 Kebijakan untuk Mengurangi Emisi Berbasis Lahan Memiliki Manfaat Tambahan (Co-benefits) yang Signifikan G A M BA R 10 Penghapusan Bertahap Batu bara yang Lebih Cepat Mendorong Penurunan Emisi EMI S I 2022 = 190M t C O 2 e q LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 19 Dampak positif bersih dari gabungan reformasi lahan, energi, dan fiskal terhadap PDB jangka panjang sangat sedikit (Gambar 11). Di seluruh skenario, PDB berkisar rata-rata 0,03 hingga 0,8 poin persentase lebih tinggi dibandingkan dengan BAU se- lama periode pemodelan tahun 2022-40. Kebutuhan investasi dalam negeri berkisar antara 0,4 sampai 0,7 persen dari PDB per tahun; skenario dekarbonisasi yang lebih ambisius membutuhkan tingkat investasi yang lebih tinggi (Gambar 12). Dalam skenario dekarbonisasi yang lebih ambisius (NDC+), PDB sedikit berkurang oleh pajak karbon yang tinggi, namun demikian, dampak negatif yang kecil ini dapat diimbangi dengan tambahan satu persen dari PDB dalam pembiayaan eksternal. Meskipun kebijakan tersebut memiliki dampak beragam pada pendapatan tenaga kerja, kebijakan tersebut dapat meningkatkan penerimaan pemerintah secara sig- nifikan ‒ sehingga memungkinkan untuk meningkatkan bantuan sosial. Pendorong utama pertumbuhan konsumsi di ketiga skenario tersebut adalah pertumbuhan bantuan sosial (yaitu, dana transfer pemerintah). Dengan asumsi pendapatan yang lebih tinggi digunakan kembali menjadi bantuan sosial, dampak bersihnya adalah peningkatan pengeluaran rumah tangga dan penurunan kemiskinan relatif terhadap BAU di ketiga skenario (Gambar 13 dan Gambar 14). LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 20 G A M BA R 11 G AMBAR 12 Dampak Pertumbuhan Positif Dari Dekarbonisasi Penanaman Modal Asing dapat Mengurangi Perbedaan persentase PDB dari skenario BAU Pertukaran dalam Skenario yang Lebih Ambisius Investasi (selisih dari paduk/baseline, % PDB) TANPA SUBSIDI ENERGI TANPA SUBSIDI ENERGI NDC+ DENGAN DANA LUAR NEGERI NDC+ DENGAN DANA LUAR NEGERI G A M BA R 1 3 G AMBAR 14 Dampak terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Dampak terhadap Kemiskinan Persen Perubahan dalam Belanja vs. BAU pada tahun 2040 Perubahan dalam Angka Kemiskinan vs. BAU pada 2040 (poin persentase) NDC+ DENGAN DANA LUAR NEGERI NDC+ DENGAN DANA LUAR NEGERI Sumber: Analisis staf WBG berdasarkan model CGE ekonomi dan biofisik terpadu (Gambar 9); pemodelan sektor ketenagalistrikan (Gambar 10); Model MANAGE CGE (Gambar 11, 12); dan Model Mikrosimulasi (Gambar 13, 14) LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 21 5 DAFTAR KEGIATAN IKLIM & PEMBANGUNAN A pa implikasi temuan di atas terhadap prioritas kebijakan? Sebagai rang- kuman, Indonesia telah memanfaatkan sumber daya alamnya yang melim- pah sembari mencapai transisi pembangunan yang mengesankan dalam hal pendapatan, layanan sosial, infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan ‒ khususnya selama seperempat abad hingga tahun 2022. Akan tetapi perubahan iklim menimbulkan risiko fisik dan ekonomi untuk Indonesia, dan beberapa aspek dari model pertumbuhan sebelumnya menghasilkan beban biaya pada pembangunan. Sebagai tanggapan, Indonesia telah memulai tran- sisi menuju pertumbuhan rendah karbon dan tangguh iklim yang “menyeimbangkan pengurangan emisi dan pembangunan ekonomi” (Republik Indonesia 2021). CCDR mengacu pada dokumen strategis pemerintah serta analisisnya sendiri untuk mengusulkan kerangka kebijakan yang menyeimbangkan iklim dan pembangunan (Gambar 15). Kebijakan bertujuan untuk menyeimbangkan perubahan penawaran ma- sukan intensif karbon (1) dengan penyesuaian permintaan terhadap masukan tersebut (2). Masukan tersebut menciptakan kondisi yang mendukung, yang akan memfasilitasi realokasi sumber daya dari bagian ekonomi intensif karbon ke bagian yang lebih hijau (3), dan dari wilayah ekonomi dengan produktivitas rendah ke wilayah dengan produk- tivitas tinggi, sambil menggalang pembiayaan baru. Kebijakan adaptasi (4) bertujuan untuk memberikan kepastian dan jaminan bagi ekonomi (dan masyarakat) melalui langkah-langkah yang melindungi dari guncangan, mengurangi risiko, dan memastikan inklusi. Keempat area kebijakan ini bekerja sama, dengan transisi yang diharapkan akan lebih efisien ketika terjadi kemajuan simultan di setiap area. Ada enam bidang prioritas kebijakan yang dapat ditangani dalam dua tahun ke depan yang akan membantu menempatkan Indonesia pada jalur transisi iklim yang pro-pembangunan. Langkah-langkah tersebut adalah titik awal. Diperlukan reformasi dan investasi jangka panjang dalam jangka menengah dan panjang untuk terus mem- perkuat jalur yang telah dibangun. G A M BA R 15 Unsur Pokok dalam Transisi Penurunan biaya transisi Langkah di sisi Langkah di sisi Alokasi sumber daya penawaran permintaan yang efisien BER SAM A MENDORONG Kondisi yang Kepastian dan Adaptasi Mendukung jaminan Sumber: Staf WBG LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 22 Beberapa prioritas jangka pendek H IN GG A 2 0 2 5 1 Terus memperkuat kerangka kebijakan un- (i) bertumpu pada reformasi peraturan baru-baru ini untuk lebih memperluas perlindungan hutan di wilayah gambut yang belum tercakup; (ii) integrasi- tuk mencapai emisi nol kan perlindungan mangrove ke dalam rencana tata ruang daerah (provinsi bersih di sektor hutan dan kabupaten) (berfokus pada kawasan nonhutan) dan bantu pastikan para dan tata guna lahan penilai AMDAL21 dengan benar menetapkan mangrove sebagai ekosistem serta mengembangkan hutan dengan nilai konservasi tinggi (NKT); (iii) lakukan finalisasi kebijakan peta jalan pembiayaan Satu Peta (OneMap) dan terus perjelas status tenurial dari berbagai fungsi untuk rencana Penye- lahan sebagai dasar penegakan yang lebih kuat; (iv) gunakan insentif fiskal rapan Bersih Karbon ditambah peningkatan penegakan hukum untuk memastikan pemerintah FOLU 2030 (FOLU Net- kabupaten menyelesaikan rencana tata ruang mereka untuk mengarahkan Sink 2030): lahan pertanian baru menjauh dari ekosistem yang sensitif dan berkarbon tinggi; (v) kembangkan peta jalan pembiayaan untuk mendukung investasi restorasi dan kegiatan FOLU Net Sink 2030 lainnya yang direncanakan; (vi) dukung perluasan (jangka panjang) penyuluhan petani dan pembiayaan untuk meningkatkan hasil pertanian, dengan fokus pada petani kecil. 2 Menerapkan stra- tegi transisi energi (i) gunakan pendekatan komprehensif untuk perencanaan dekarbonisasi dan transisi energi; (ii) percepat penetapan harga karbon dan reformasi subsidi jika yang didasarkan keadaan memungkinkan (termasuk penghapusan Kewajiban Pasar Dalam Ne- pada lima pilar: geri/DMO dan batas harga batu bara) ‒ untuk meningkatkan insentif investasi dalam energi terbarukan dan efisiensi energi; (iii) tingkatkan iklim investasi untuk energi terbarukan melalui reformasi kelembagaan dan peraturan; (iv) tingkatkan kapasitas dan fleksibilitas jaringan listrik untuk menyerap tambahan energi terbarukan; dan (v) kelola dampak terhadap tingkat kemiskinan dan dampak sosial dari transisi energi. 3 Katalisasi lebih lanjut investasi dalam trans- Urbanisasi yang tidak terencana berisiko mengunci pola penggunaan energi yang tidak optimal di sektor bangunan dan jaringan transportasi. NUMP akan portasi rendah karbon menetapkan tujuan untuk pencapaian target berbagi moda hijau, dan me- melalui pengembangan ngembangkan kerangka perencanaan, kelembagaan, dan pendanaan untuk kerangka kebijakan memprioritaskan investasi dalam moda yang efisien (transportasi umum, ber- mobilitas perkotaan jalan kaki, dan bersepeda) dan peningkatan efisiensi (elektrifikasi kendaraan) nasional (national dalam jangka panjang. Sementara itu, standar ramah lingkungan yang hemat urban mobility policy, biaya sudah ada tetapi belum diterapkan pada semua tipe bangunan. Ini dapat NUMP) dan mening- dipertimbangkan untuk diperluas. katkan efisiensi energi bangunan komersial dan perumahan melalui sertifikasi hijau. 21 AMDAL: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 23 4 Tingkatkan ketanggu- han terhadap banjir Petakan kembali zona rawan banjir dengan prediksi hidrologi yang peka ter- hadap iklim dan perbarui rencana tata ruang. Prioritaskan penegakan aturan melalui perencanaan mengenai batas pengambilan air tanah yang diamanatkan atau larangan di tata ruang dan sistem titik-titik panas penurunan muka tanah untuk mengurangi risiko banjir rob. peringatan dini. Terus berinvestasi dalam sistem peringatan dini multi-bahaya yang terintegrasi dan berorientasi pada manusia berdasarkan studi kebutuhan pengguna untuk meningkatkan layanan peringatan cuaca dan mengembangkan peta jalan untuk beralih dari layanan prediksi cuaca ke layanan “prediksi dampak” 5 Terus dorong kebijakan fiskal menjadi disin- Menyusun peta jalan untuk reformasi subsidi yang mencakup: (i) mulai kembali pengurangan subsidi bahan bakar transportasi membangun dari kemajuan sentif emisi. terkini; (ii) ganti subsidi harga listrik (PSO/kewajiban pelayanan publik PLN) dengan bantuan langsung tunai yang ditargetkan; dan (iii) konsisiten dengan rencana reformasi subsidi, kembangkan rencana jangka menengah untuk penetapan harga karbon. Ini dapat mencakup cukai bahan bakar fosil dan perluasan Skema Perdagangan Emisi (Emissions Trading Scheme,) percon- tohan yang ada dan pajak karbon di seluruh sektor tambahan. 6 Perkuat lingkungan pendukung sektor (i) kembangkan strategi yang komprehensif untuk penilaian risiko iklim sektor keuangan dengan panduan terperinci untuk bank; (ii) kembangkan lebih lanjut keuangan dan swasta strategi pendanaan iklim nasional khusus untuk mendiagnosa kesenjangan untuk investasi hijau: pendanaan iklim Indonesia; (iii) berikan insentif penggunaan obligasi hijau; (iv) lakukan reformasi BUMN untuk menciptakan peluang baru bagi investasi swasta dalam infrastruktur hijau; dan (v) lakukan reformasi pemilihan proyek, penyiapan, kesepakatan, dan prosedur konsesi untuk KPS. Langkah-langkah tersebut merupakan titik awal; kerangka kebijakan secara lengkap (Bagian E dari laporan lengkap) mencerminkan kebutuhan transisi iklim jangka menengah dan panjang. Pertimbangan urgensi dan sinergi digu- nakan untuk mengidentifikasi peluang reformasi terbaik Indonesia. Sementara banyak tindakan yang penting, ada juga yang mendesak. Kelambanan akan mengunci pola pembangunan intensif karbon atau kerentanan yang mening- katkan biaya. Langkah-langkah lain dapat ditunda karena adanya batas pem- biayaan jangka pendek atau potensi manfaat dari perkiraan penurunan biaya teknologi. Sementara itu, beberapa tindakan diharapkan dapat berkontribusi pada tujuan iklim dan pembangunan dengan memperbaiki lingkungan usaha, membantu menyeimbangkan anggaran, atau dengan mengurangi eksternalitas negatif. Langkah-langkah dengan potensi dampak tertinggi pada kedua hal tersebut merupakan peluang terbaik Indonesia (dirangkum dalam Gambar 16 dan dirinci dalam Bagian E dalam laporan lengkap). LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 24 G A M BA R 16 Kerangka Kebijakan Iklim dan Pembangunan PENAWARAN Energi Lahan Adaptasi S.1 Lakukan pendekatan komprehensif untuk perencanaan S.6 Terus perkuat peraturan A.1 Terus tingkatkan standar dan praktik dekarbonisasi dan transisi energi tentang perlindungan hutan. untuk infrastruktur transportasi yang tangguh S.2 Lanjutkan reformasi penetapan harga dan subsidi energi de- S.7 Perluas pengelolaan lanskap A.2 Tingkatkan pemetaan zona rawan banjir ngan menghapus subsidi batu bara secara bertahap dan terapkan terpadu untuk koordinasi lintas dan pastikan inklusi dalam rencana tata ruang; harga karbon secara bertahap pemerintahan tingkatkan kontrol pemompaan air tanah S.3 Kurangi hambatan peraturan untuk pengembangan energi S.8 Berikan insentif fiskal dan A.3 Integrasikan sistem perlindungan sosial terbarukan oleh sektor swasta dukungan teknis untuk perencanaan dan perluas register sosial; tingkatkan akses dan penegakan peraturan tata ruang ke lembaga kemanusiaan selama terjadinya S.4 Lakukan investasi lebih lanjut dalam kapasitas dan fleksibi- di tingkat kabupaten guncangan litas jaringan transmisi dan distribusi, termasuk sistem interkoneksi antar pulau. A.4 Masukkan kegiatan ketangguhan iklim ke dalam sistem perlindungan sosial S.5 Upayakan “Transisi yang Adil untuk Semua” untuk penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap A.5 Tingkatkan proses manajemen risiko bencana untuk memenuhi kebutuhan kelompok rentan PERMINTAAN Ketenagalistrikan Pertanian A.6 Lakukan investasi dalam infrastruktur di D.1 Revisi reformasi struktural PLN dan tarif listrik, dengan & Kehutanan tingkat kota untuk letangguhan banjir perkotaan dan kelayakan huni potongan harga untuk rumah tangga miskin. D.3 Tingkatkan dukungan intensi- A.7 Lakukan investasi lebih lanjut dalam D.2 Perluas opsi non-hutang untuk investasi publik dalam RF dan fikasi berkelanjutan untuk pertanian sistem peringatan multi-bahaya terpadu; geser infrastruktur jaringan (sekuritas berbasis aset, obligasi hijau, dan rakyat prediksi bencana ke peramalan dampak penyedia transmisi independen) D.4 Tata ulang tujuan belanja A.8 Dorong sistem pertanian tangguh dengan publik di bidang pertanian untuk pembiayaan dan dukungan teknologi Perancangan Kota memberi insentif pada pertanian yang tangguh dan rendah karbon A.9 Manfaatkan telemedisin (telemedicine) & Transportasi D.5 Perjelas penunjukan hak untuk memperkuat sistem kesehatan dalam menghadapi tantangan iklim atas lahan gambut dan hutan serta D.3 Perluas standar efisiensi energi hemat biaya untuk pemba- tingkatkan transparansi dalam pem- ngunan perumahan baru berian konsesi D.4 Kembangkan kebijakan mobilitas perkotaan nasional (NUMP) D.6 Integrasikan perencanaan yang menguraikan perencanaan, pendanaan, dan manajemen tata ruang dengan perencanaan transportasi untuk wilayah perkotaan besar investasi modal di kota-kota baru, sekunder dan kecil D.5 Percepat mobilitas listrik melalui amanat untuk armada pub- lik, insentif moneter, dan revisi model bisnis untuk angkutan umum D.6 Integrasikan kota ke dalam strategi perubahan iklim jangka menengah dan panjang di tingkat pusat KONDISI YANG MENDUKUNG Fiskal Finansial Iklim Investasi Perdagangan Langkah di tingkat peru- E.1 Susun peta jalan untuk menyelesaikan reformasi E.5 Kembangkan strategi komprehensif untuk penilaian E.10 Lakukan reformasi BUMN untuk menciptakan E.15 Lakukan liberalisasi sisa tarif impor barang ramah sahaan subsidi bahan bakar untuk risiko iklim peluang baru bagi investasi lingkungan (hijau) transportasi swasta dalam infrastruktur E.20 Berikan insentif untuk E.6 Kembangkan pedoman hijau E.16 Tinjau dan sederhana- investasi asing langsung di E.2 Ubah subsidi harga lebih lanjut tentang pende- kan NTM pada barang ramah bidang energi terbarukan listrik (Kewajiban Pelayanan katan manajemen risiko dan E.11 Perkuat kerangka KPS lingkungan dan hilangkan Publik/PSO PLN) menjadi persyaratan pengungkapan yang tidak perlu E.21 Kembangkan peta jalan bantuan tunai yang ditar- untuk bank E.12 Kembangkan strategi Kawasan Industri Ramah getkan monetisasi aset untuk E.17 Selaraskan standar lo- Lingkungan (Eco-Industrial E.7 Kembangkan lebih mendorong partisipasi sektor kal yang ada dengan standar Parks, EIP). E.3 Tinjau inventarisasi lanjut strategi pendanaan swasta dalam aset BUMN internasional langkah perpajakan untuk iklim nasional E.22 Lakukan fasilitasi alih menyelaraskan dengan E.13 Lakukan konsolidasi E.18 Kurangi pengetatan LCR pengetahuan dan teknologi tujuan rendah karbon E.8 Tingkatkan pasar obliga- kerangka peraturan yang sampai permintaan dapat untuk bisnis sirkular dan si hijau korporasi mengatur Proyek Kerjasama mempertahankan skala praktik bisnis rendah karbon E.4 Kembangkan peta jalan ekonomi lokal terpadu untuk penetapan E.9 Kembangkan pedoman E.14 Pisahkan risiko investasi E.23 Selaraskan program harga karbon yang diperluas dan insentif untuk merang- untuk mendorong partisipasi E.19 Masukkan ketentuan dukungan bisnis dengan sang pinjaman hijau asing lingkungan hidup yang dapat tujuan iklim ditegakkan dalam perjanjian perdagangan E.24 Terus memodernisasi keterampilan untuk menang- gapi perubahan permintaan tenaga kerja E.25 Masukkan pelajaran mengenai perubahan iklim di kurikulum sekolah LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 25 C limate & D evelopment in I ndonesia KE RE N G BA N G KI R A I • K A LI M A N TA N T E N G A H 26 REFERENSI Greenstone, M., and Q. Fan. 2019. “Air Quality Life Index: Indonesia’s Worsening Air Quality and its Impact on Life Expectancy.” (link) Maghfiroh, M., and A.H. Pandyaswargo. 2021. “Current Readiness Status of Electric Vehicles in Indonesia: Multistakeholder Perceptions.” Sustainability 13 (23): 13177. Ministry of Environment and Forestry (Indonesia). 2021. “Roadmap of Climate Adaptation in NDC.” Jakarta. Ministry of Health (MoH). 2021. “Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 (Poc- ketbook of the Outcomes of the Indonesian Nutrition Status Study 2021). Jakarta: Research and Development Agency, Ministry of Health. (link) Republic of Indonesia. 2021. “Indonesia: Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050.” (link) Republic of Indonesia. 2022. “Enhanced Nationally Determined Contribution.” (link) World Bank. 2021. “Changing Wealth of Nations: Managing Assets for the Future.” Washington, DC: World Bank. LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 27 LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 28 LAPORAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN NEGARA—IKHTISAR 29