Kerangka Kerja Pemulihan Pembelajaran Selama dan Pasca Pandemi COVID-191 August 2022 Pesan Utama Langkah-langkah untuk Pendorong utama untuk Untuk terus fokus pada kemajuan, mengurangi learning loss pemulihan pembelajaran pemerintah pusat dan daerah perlu (kehilangan pembelajaran) mencakup konsolidasi menentukan kerangka waktu/periode dari pandemi COVID-19 dan kurikulum, peningkatan pemulihan dan terus memantau serta usaha menuju pemulihan efisiensi pengajaran, memberikan intervensi kepada pembelajaran harus bersifat menambah waktu pembelajaran, sekolah/madrasah untuk mendukung sistemik dan praktis; dan pemanfaatan EdTech, dan pemulihan belajar siswa selama periode pemulihan ini. Tujuan dari Catatan ini Catatan teknis ini dirangkum dari diskusi dalam lokakarya Australia-World Bank Indonesia Partnership (ABIP) bersama dengan Kementerian Agama, tentang Thinking on Steps on Student Learning Recovery (Memikirkan Langkah-langkah untuk Pemulihan Pembelajaran Siswa), yang diadakan pada tanggal 2 Desember 2021. Catatan ini bertujuan untuk: • Menginformasikan respon kebijakan terhadap situasi pandemi yang berkembang, membuatnya siap untuk kembali ke pembelajaran tatap muka dengan aman, sambil terus meningkatkan pengalaman pembelajaran campuran; dan • Memberikan rekomendasi praktis tentang langkah-langkah pemulihan pembelajaran. Pengantar Penutupan sekolah telah menyebabkan learning loss (kehilangan pembelajaran) global dan memperburuk ketidaksetaraan pendidikan. Proyeksi learning loss global telah melampaui perkiraan tahun 2020 sebesar $10 1 Catatan teknis ini ditulis oleh Petra Wiyakti Bodrogini, meringkas diskusi dari seri lokakarya teknis. Catatan teknis ini disusun berdasarkan masukan dari Noviandri Nurlaili Khairina, Shinsaku Nomura, and Indah Shafira Zata Dini serta disunting oleh Sheila Town dan didesain oleh Nuriza Saputra. Pendanaan untuk penelitian ini disediakan oleh Australia World Bank Indonesia Partnership (ABIP) melalui peran Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), Pemerintah Australia. 1 triliun, dengan mencapai $17 triliun pendapatan seumur hidup dalam nilai saat ini atau setara dengan 14% dari PDB global saat ini, jauh melebihi $10 triliun yang diperkirakan pada tahun 2020, dan learning poverty (kemiskinan pembelajaran) berpotensi mencapai 70% dari 53% sebelum pandemi (Bank Dunia, UNESCO, UNICEF; 2021). Di Indonesia, lebih dari 60 juta siswa di Indonesia terkena dampak penutupan sekolah secara nasional (UNICEF, 2021). Mempertimbangkan disrupsi signifikan yang terjadi serta adanya langkah-langkah kesehatan yang dapat diambil, pembukaan kembali sekolah harus menjadi prioritas. Memperhatikan fluktuasi kasus COVID-19 serta mengikuti peningkatan vaksinasi, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk menjaga keselamatan siswa saat mengembalikan mereka ke pembelajaran tatap muka. Langkah-langkah ini termasuk dikeluarkannya Keputusan Bersama 4 Menteri yang berkaitan dengan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Semasa Pandemi, kebijakan dan program pembelajaran campuran (hybrid learning), penyederhanaaan kurikulum, peningkatan penggunaan EdTech, penyediaan dukungan untuk guru dan subsidi kuota data bagi siswa, serta pengembangan modul asesmen pembelajaran siswa. Langkah- langkah ini diperuntukkan bagi siswa yang belajar dari rumah melalui modalitas dalam jaringan (daring) dan campuran (Kemendikbudristek, Kemenag, Kemenkes, dan Kemendagri, 2021; Kemendikbud, 2021; Butcher et. Al, 2021). Namun, ternyata masih diperlukan lebih banyak dukungan lagi. Ketika sekolah dibuka kembali, penyelenggaraan pendidikan seperti biasa (business as usual) tidak dapat mencegah learning loss dan belum dapat memastikan pemulihan pembelajaran. Perhitungan Bank Dunia yang diperbarui memperkirakan total kehilangan pembelajaran berada di antara 0,9 dan 1,2 tahun pembelajaran sekolah yang disesuaikan (years of adjusted schooling), untuk setiap siswa sekolah dasar. Lebih jauh lagi, diperkirakan terdapat rata-rata learning loss antara 25 hingga 35 poin skor membaca dalam tes PISA (Afkar dan Yarrow, 2021). Penghitungan yang diperpanjang hingga Desember 2021 memprediksikan kerugian tambahan sebesar 0,3 tahun pembelajaran sekolah yang disesuaikan dan kemungkinan turunnya skor PISA sebesar 11 poin (OECD, 2018). Sebuah studi oleh INOVASI (2021) menunjukkan bahwa siswa dari keluarga yang kurang mampu menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk melepaskan diri (disengage) dari proses pembelajaran. Mereka yang tinggal di daerah tertinggal memperoleh nilai kemampuan numerasi lebih rendah (-0.9) daripada siswa yang tinggal di daerah yang lebih berkembang (0.22). Sama halnya bagi siswa yang tidak memiliki sambungan internet juga memperoleh nilai kemampuan numerasi lebih rendah (-0.4) daripada mereka yang memiliki akses ke internet (0.42). Lebih lanjut, menurut HiFy suvey dari Bank Dunia, dua persen siswa juga mungkin putus sekolah akibat pandemi (Bank Dunia, 2020). Namun, hal tersebut berbeda dengan data nasional. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan pola perubahan angka putus sekolah selama beberapa tahun terakhir untuk memahami dampak COVID-19 terhadap tingkat kehadiran siswa di sekolah2. Rekomendasi Tindakan Kebijakan untuk Memprioritaskan Pembelajaran Tiga laporan yang baru-baru ini diterbitkan, memberikan bukti dan pengamatan tentang apa yang telah dilakukan negara-negara dalam menanggapi COVID-19. Remote Learning During the Global School Lockdown: Multi- Country Lessons dan Remote Learning During COVID-19: Lessons from Today, Principles for Tomorrow, menyoroti tiga komponen penting, yaitu memprioritaskan guru yang efektif, mengadopsi teknologi yang sesuai dan memastikan peserta didik ikut terlibat (Baron Rodriguez et. Al, 2021; Muñoz-Najar et. Al, 2021). 2 Telah diindikasikan adanya kenaikan angka putus sekolah sebesar 1.12%, namun angka statistik formal yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek menunjukkan sebaliknya. Di tahun 2019, terdapat 157.166 siswa yang putus sekolah, namun di tahun 2021, angka ini turun menjadi 83.724 siswa. (Sumber: Merdeka.com: Menteri Nadiem sebut Angka Putus Sekolah Naik; Statistik Pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK tahun akademik 2019/2020 dan 2020/2021) 2 Laporan Prioritizing Learning Report juga mensintesis pengalaman negara-negara lain (GEEAP, 2022). Saran kebijakan jangka pendek yang dapat ditarik dari laporan ini adalah: tetap membuka sekolah untuk menghindari biaya/kerugian sumber daya manusia lebih lanjut karena pandemi, memberikan dukungan kepada guru, dan menyesuaikan pembelajaran. Semuanya harus dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan dan keselamatan, sehingga mengurangi potensi penularan COVID-19 di sekolah. Gambar 1. Rekomendasi GEEAP Untuk konteks di Indonesia, Butcher et. Al (2021) dalam Laporan The Struggle Against COVID-19 memberikan referensi yang berguna, khususnya mengenai saran bahwa pemulihan pembelajaran memerlukan: i) pengembangan rencana mengejar ketertinggalan yang konkrit namun ekstensif; dan ii) perlunya hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat untuk pendidikan yang lebih kuat, lebih mudah beradaptasi, dan tangguh pasca pandemi. Pertimbangan utama dan mengidentifikasi tuas untuk Pemulihan Pembelajaran: Pilihan Praktis Kerangka Kerja yang diusulkan Bank Dunia-UNESCO-UNICEF untuk Pemulihan Pembelajaran menyediakan kerangka kerja praktis yang mengidentifikasi sejumlah pendorong utama yang dapat mewujudkan pemulihan pembelajaran (Bank Dunia, UNESCO, dan UNICEF, 2021). (Lihat juga Gambar 2). Gambar 2. Kerangka Usulan untuk Pemulihan Pembelajaran (Sumber: Bank Dunia, UNESCO dan UNICEF, 2021) 3 Dalam lingkup kerangka kerja ini, Indonesia telah mengambil sejumlah langkah dan perlu mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut seperti yang dibahas di bawah ini: 1. Konsolidasi kurikulum. Dengan waktu belajar-mengajar yang lebih sedikit karena penutupan sekolah atau penutupan sebagian, sistem perlu memastikan bahwa mata pelajaran yang disampaikan dapat mencapai kualitas yang sama serta memprioritaskan kompetensi sosial dan emosional. Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan program-program berikut: a) Fleksibilitas dalam implementasi kurikulum. Keputusan Mendikbud No. 719/P/2020 tentang Penerapan Kurikulum dalam Kondisi Khusus diterbitkan untuk memberikan pilihan bagi sekolah dengan konteks yang beragam. Melalui pembelajaran daring, pembelajaran campuran, dan tatap muka, tiga skenario kurikulum dapat dipilih yang disesuaikan pada kesiapan sekolah: i) implementasi penuh kurikulum K-13; ii) kurikulum dalam kondisi khusus – kurikulum yang disederhanakan dan berfokus pada pembelajaran yang penting. Kemendikbud telah membentuk tim untuk menyederhanakan buku teks dan sumber belajar bagi siswa untuk menerapkan kurikulum dalam kondisi khusus; dan iii) kontekstualisasi kurikulum yang dilakukan oleh sekolah sendiri. b) Fokus pada keterampilan dasar. Sebuah studi yang dilakukan oleh Kemendikbudristek dan INOVASI menemukan bahwa penting untuk fokus pada keterampilan dasar literasi dan numerasi (INOVASI, 2021). Penguasaan matematika dasar dan membaca khususnya bagi siswa kelas awal, akan menjadi dasar keberhasilan pembelajaran di masa selanjutnya. (INOVASI, 2021). c) Mempertimbangkan kebutuhan siswa yang beragam. Dampak penutupan sekolah bervariasi bagi setiap siswa yang berasal dari konteks yang berbeda-beda. Siswa dari kelompok terpinggirkan – dengan akses yang lebih sedikit ke pembelajaran jarak jauh, tidak memiliki buku teks, dan dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah – lebih rentan terhadap learning loss dan membutuhkan intervensi segera (INOVASI, 2021; SMERU, 2021). Dampak pandemi terhadap belajar siswa juga bervariasi. Kajian Kemendikbudristek dan INOVASI juga menemukan bahwa salah satu faktor penyebab rendahnya hasil belajar adalah kemampuan membaca ibu. Oleh karena itu, inisiatif perlu diambil oleh pemangku kepentingan terkait sektor pendidikan serta melalui partisipasi masyarakat, untuk mendukung anak-anak yang menghadapi masalah literasi di daerah yang lebih tertinggal. 2. Meningkatkan efisiensi pembelajaran, yang dapat dilakukan dengan: a) Memastikan efektivitas guru. Sistem harus memperhatikan tiga area fokus berikut (Bank Dunia, 2020): • Ketangguhan (resilience). Guru juga menghadapi stres dan tekanan selama pandemi serta menanggung risiko kelelahan karena mereka menghadapi tantangan dari anak-anak yang mengalami learning loss). • Pembelajaran. Guru membutuhkan dukungan untuk menerapkan strategi pemulihan pembelajaran (pedagogi, penentuan tujuan pembelajaran, asesmen, dan lain-lain). 4 • Teknologi. Penggunaan teknologi dan pembelajaran campuran kemungkinan akan tetap dilaksanakan serta menghadirkan peluang untuk meningkatkan layanan pendidikan. Hal-hal yang disebutkan di atas terkait dengan peningkatan kapasitas guru dapat dimasukkan ke dalam program pelatihan guru seperti Guru Belajar untuk Kemdikbud dan Peer Working Groups (Kelompok Kerja Sejawat) untuk Kemenag. Oleh karena itu, baik Kemendikbudristek maupun Kemenag dapat mempertimbangkan tahap lanjutan untuk melakukan reviu dan perbaikan modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk pembelajaran guru melalui modalitas daring, campuran, dan tatap muka, dengan menggunakan kerangka kerja di atas. b) Pendekatan-pendekatan pembelajaran yang diperkuat dan diperbaharui. Strategi tersebut perlu mencakup: • Perluasan skala program untuk seluruh siswa, dengan pendekatan berikut sebagai opsi: − Penentuan tujuan/target pembelajaran (targeted instruction). Sebagaimana dibahas secara luas, penentuan target pembelajaran perlu menerapkan Teaching at the Right Level (TaRL atau Pengajaran pada Tingkat yang Tepat. Dengan menilai learning loss individual, kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemahiran, bukan usia atau kelas mereka. Model lain yang dapat dipertimbangkan adalah melaksanakan model kamp belajar (learning camp model) (dalam tahun ajaran atau di liburan akhir tahun akademik). Teknologi memungkinkan hal ini karena fleksibilitas yang ditawarkannya. − Pedagogi yang terstruktur. Hal ini dapat dimulai dengan mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang ditulis secara mendetil, yang dimungkinkan dengan pelatihan guru yang intensif, pembinaan (coaching), pengembangan bahan ajar, serta penilaian formatif reguler bagi siswa yang dilakukan secara teratur untuk memastikan bahwa siswa dapat benar-benar belajar. − • Strategi untuk siswa yang diprioritaskan (yaitu, mereka yang mengalami learning loss terbanyak) dapat mencakup: − Bimbingan kelompok kecil. Membentuk model pembelajaran one-on-one (satu-per- satu/individual) atau pembelajaran kelompok kecil selama sekolah. Riset internasional menunjukkan bahwa bimbingan kelompok kecil (3-4 siswa) adalah yang paling efektif. − Belajar mandiri. Di sini seorang siswa tidak hanya bergantung pada apa yang diberikan oleh guru, tetapi juga dapat terlibat dalam pembelajaran dengan mengambil langkahnya sendiri. Hal tersebut dapat difasilitasi oleh penyampaian materi yang dipandu teknologi. Berbagai aplikasi EdTech seperti Rumah Belajar dan platform E-Learning Madrasah menawarkan konten yang dapat digunakan guru untuk berinteraksi dengan siswa, bagi siswa untuk mengirimkan tugas, dan menerima umpan balik. 3. Menambah waktu pembelajaran. Pemulihan pembelajaran membutuhkan waktu, oleh karena itu, tiga pendekatan berikut ini dapat dipertimbangkan: a) Mengubah kalender akademik. Kenya dan Meksiko telah mengadopsi cara ini, masing-masing melalui pengenalan program percepatan dua tahun serta penambahan 10 hari ke dalam kalender akademik. b) Sekolah musim panas. Belgia, Filipina, dan Madagaskar menawarkan sekolah musim panas bagi siswa untuk mengejar ketinggalan pembelajaran. Filipina menawarkan program ini yang menargetkan siswa dengan prestasi akademik yang lebih lemah. 5 c) Perpanjangan hari sekolah. Brasil menerapkan Mais Educação atau Program Hari Sekolah yang Diperpanjang di sekolah dasar dan menengah yang dikelola pemerintah. Sekolah yang berpartisipasi memperpanjang jam belajar dari setengah hari menjadi belajar sehari penuh (minimal tujuh jam). Dengan menawarkan dukungan penting untuk kesejahteraan psikososial dan penggunaan EdTech, proses ini akan ditingkatkan. Berkenaan dengan dukungan psikososial, pendekatan sistematis menggunakan kerangka dukungan psikososial akan memungkinkan pemulihan anak secara menyeluruh dan memberikan dukungan bagi siswa dalam konteks yang beragam (lihat Catatan Teknis 2). Catatan Teknis 1 berfokus pada bagaimana EdTech dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran campuran Usulan Kerangka Kerja untuk Pemulihan Pembelajaran telah diperbarui pada tahun 2022. Berdasarkan survei terhadap 122 negara anggota UNICEF, sebuah laporan bersama oleh UNICEF, UNESCO, dan Bank Dunia menyajikan kemajuan yang telah dicapai dalam lima tindakan utama RAPID Learning Recovery Framework untuk rencana kebijakan pemulihan pendidikan (UNICEF, UNESCO, Bank Dunia, 2022). Kerangka ini menekankan perlunya mengadopsi program pemulihan pembelajaran yang melampui business as usual untuk pembukaan kembali sekolah. Mengakui upaya memadai yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, tindakan kebijakan perlu berfokus pada membalikkan learning loss dan mempercepat pembelajaran dengan: • Menjangkau (Reach) setiap anak dan pertahankan mereka tetap berada di sekolah: Pemerintah Indonesia konsisten dalam tetap membuka sekolah dengan protocol kesehatan yang ketat • Menilai (Assess) tingkat pembelajaran: modul penilaian pembelajaran siswa saat ini sedang dikembangkan • Memprioritaskan (Prioritize) mengajarkan materi-materi dasar: ini dilakukan melalui penyederhanaan kurikulum • Meningkatkan (Increase) pembelajaran untuk mengejar ketertinggalan dan mencapai kemajuan melampaui apa yang hilang: memperkuat penggunaan teknologi untuk mendukung proses dan hasil pembelajaran (lihat Catatan Teknis 1); dan • Memperkuat (Develop) kesehatan psikososial dan kesejahteraan agar setiap anak siap untuk belajar: keputusan, peraturan, dan program tentang dukungan telah dimulai tetapi perlu pengembangan lebih lanjut (lihat Catatan Teknis 2) Pengembangan dapat dilakukan di lima poin utama diatas, khususnya di poin Menilai (Assess). Penilaian pembelajaran berkala akan memberi masukan bagi penentu kebijakan dan praktisi pendidikan untuk menyesuaikan pembelajaran pada sasaran tertentu yang belum terpenuhi, dan untuk memberikan pandangan menyeluruh tentang sistem pendidikan. Terus Fokus pada Kemajuan Baik pemerintah pusat maupun daerah perlu menentukan durasi periode pemulihan untuk menentukan intervensi dan memantau serta mengevaluasi pencapaian. Berkaitan dengan hal tersebut, pengambil keputusan pendidikan dan sekolah/madrasah sebagai pelaksana perlu: • Mencari titik akhir alami/sesuai sistem: misalnya, titik awal dan akhir transisi sekolah (SD, SMP, dll.); • Mempertimbangkan mata pelajaran: keterampilan dasar yang dibangun melalui mata pelajaran Matematika dan Membaca, adalah kunci yang perlu ditekankan dalam kurikulum. Mata pelajaran dasar ini cenderung memiliki lebih banyak materi pengetahuan mendasar yang menentukan hasil belajar siswa selanjutnya; 6 • Mempertimbangkan berapa banyak pelajaran penting yang hilang dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkannya; dan • Terus memantau dan memberikan dukungan kepada siswa yang masih belajar dari rumah, memantau kemajuan belajar siswa dan tren kelompok siswa yang berbeda (Revina, 2021) untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. • Melakukan asesmen pembelajaran secara berkala untuk mengukur kemajuan dan hasil belajar yang mungkin dicapai, serta mempertahankan langkah-langkah pemulihan pembelajaran yang komprehensif di semua tingkat pendidikan. Referensi Afkar, R and Yarrow, N. (2021). Rewrite the future: How Indonesia’s education system can overcome the losses from the COVID-19 pandemic and raise learning outcomes for all, World Bank. Jakarta: World Bank. Barron Rodriguez, Maria; Cobo, Cristobal; MuñozNajar, Alberto; & Sánchez Ciarrusta, Iñaki. 2021. Remote Learning During the Global School Lockdown: Multi-country Lessons. Washington, D.C.: World Bank Group. Butcher, N, Khairina, N. N.; Kumala, C., and Loots, S. (2021). The Struggle Against COVID-19 in Indonesian Education : Responses, Requirements, and Policy Needs for Learning Recovery. Washington, D.C.: World Bank Group. Global Education Evidence Advisory Panel (GEEAP). (2022). Prioritizing learning during COVID-19: The most effective ways to keep children learning during and post-pandemic. [K. Akyeampong, T. Andrabi, A. Banerjee, R. Banerji, S. Dynarski, R. Glennerster, S. Grantham-McGregor, K. Muralidharan, B. Piper, S. Ruto, J. Saavedra, S. Schmelkes, H. Yoshikawa]. Washington D.C., London, Florence: The World Bank, FCDO, and UNICEF Office of Research - Innocenti. INOVASI Program, MoECRT, and Bappenas (2021). Learning Recovery: Time for Action. (Policy Brief - August 2021). Jakarta: Palladium. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (2021) Modul Asesmen Diagnosis Diawal Pembelajaran. Retrieved from: https://bersamahadapikorona.kemdikbud.go.id/modul-asesmen-diagnosis-diawal-pembelajaran/ Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri (2021). Keputusan Menteri No. 05/KB/2021, No. 1347 Tahun 2O21, No. HK.0 1.08/MENKES/667/ 2O21, No. 443-5847 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Di Masa Pandemi COVID-19 (Indonesia). Muñoz-Najar, Alberto; Gilberto, Alison; Hasan, Amer; Cobo, Cristóbal; Azevedo, João Pedro; Akmal, Maryam. )2021) Remote Learning during COVID-19: Lessons from Today, Principles for Tomorrow. Washington, D.C.: World Bank Group OECD (2018) Programme for International School Assesment (PISA) Result from PISA 2018 - Indonesia. Country Note. https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf. Revina, S. (2021). Recovering Learning Losses as Schools Reopen in Indonesia. ABIP Workshop 4: Steps on Steps to Learning Recovery. Jakarta: 2 Desember 2021. The World Bank (2020, May). Three Principles to Support Teacher Effectiveness During Covid-19. Teachers Thematic Group. The World Bank, UNESCO and UNICEF (2021). The State of the Global Education Crisis: A Path to Recovery. Washington D.C., Paris, New York: The World Bank, UNESCO, and UNICEF UNICEF (2021) Towards A Child-Focused COVID-19 Response and Recovery A Call to Action. Retrieved from: https://www.unicef.org/indonesia/media/10666/file/Towards%20a%20child-focused%20COVID- 19%20response%20and%20recovery.pdf. 7